TEMPO.CO , Bogor: Pemerintah Kabupaten Bogor dinilai tidak serius melakukan pembongkaran ratusan bangunan liar dan vila ilegal yang berdiri diatas lahan milik negara.
"Tidak ada penanganan rekonstruksi dan konservasi lahan bekas vila yang dibongkar, " kata Koordinator Konsorsium Penyelamatan Puncak (KPP) , Ernan Rustandi kepada pers Kamis, 23 April 2015.
Pembongkaran itu telah berlangsung sejak tahun 2013. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberi dana hibah kepada Bogor. Menurut Ernan, setelah bangunan dan vila liar dibongkar petugas, ada sebagian vilayah dan bangunan kembali dibangun oleh pemiliknya, "Karena memang tidak ada pengawasan dari Pemrintah Kabupaten Bogor banyak vila yang sempat dibongkar sudah dibangun kembali," kata dia.
Menurut Ernan, selain maraknya pembangunan vila ilegal, kawasan Puncak saat ini menjadi salah satu tempat tujuan wisatawan. Permasalahan yang sangat serius yang tidak kalah pentingnya adalah ledakan sampah, "Sampah yang kini menggunung di kawasan puncak menjadi permasalahan sendiri yang dapat mengancam kelestarian puncak," kata dia.
Bahkan ada aliran sungai yang awalnya menjadi mata air bagi warga kawasan puncak sudah tercemar tumpukan sampah yang jumlahnya bisa mencapai ribuan kubik, "Dan yang paling tragis lagi gunungan dan tumpukan sampah di sepanjang aliran sungai ini lokasinya masuk dalam kawasan PTPN atau lahan perkebunan the milik negara," kata dia.
Menurut data yang dimiliki Forest Watch Indonesia (FWI), tercatat sebanyak 239 vila di Kecamatan Cisarua dan Megamendung yang telah dibongkar hingga akhir tahun 2013, dan menghabiskan biaya sekitar Rp 30 miliar, "Namun dari penulusuran FWI, hingga Maret 2015, menemukan 4 dari 27 vila yang sudah dibongkar, salah satunya Kampung Sukatani, kembali berdiri dengan baik," kata dia.
Padahal jika mengacu pada Perda No 19 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kabupaten Bogor 2008-2025, Kampung Sukatani, Kecamatan Tugu Utara, itu masuk dalam area atau kawasan lindung,
"Untuk itu kami FWI mendesak Pemkab Bogor agar tidak setengah-setengah melakukan penegakan aturan RTRW, dan menindaklanjuti upaya pemulihan fungsi ekologi kawasan Lindung Puncak, yang menjadi pusat kendali mata air untuk Bogor dan Jakarta," kata dia.
M SIDIK PERMANA