TEMPO.CO , Jakarta: Kepala Unit V Subdit Reserse Mobil Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Handik Zusen mengatakan komplotan begal terus beregenerasi. Itu sebabnya kenapa anggota kelompok begal belakangan banyak yang masih di bawah usia 17 tahun atau masih anak baru gedhe alias abege. "Mereka selalu merekrut anggota baru," kata Handik, Sabtu 25 April 2015.
Perekrutan anggota baru ini, kata Handik, karena ada anggota yang berkurang karena tertangkap. "Mereka memang sengaja buat regenerasi," kata Handik. Bahkan, kapten begal kerap merekrut anggota yang masih di bawah umur.
Menurut dia, anggota yang masih di bawah umur alias belum dewasa lebih mudah direkrut dan diajari. "Anggota di bawah umur pun masih terima jika dapat jatah lebih kecil," ujarnya.
Mulanya, anggota baru akan diajari cara mencuri yang sederhana. "Misalnya mencongkel kendaraan pakai letter T," kata Handik.
FR, 17 tahun, menjadi salah satu anggota begal bentukan baru Sakaria yang sudah cukup mampu melakukan itu meski baru dua minggu belajar. Dia diajak Sakaria ke Jakarta karena sama-sama berasal dari Lampung. Dari pengakuannya, FR bisa mendapat Rp 300-500 ribu sekali aksi. Dalam sehari, paling banyak dia pernah mencongkel dan membawa kabur tiga sepeda motor.
Setelah lihai, keterampilan mencuri bisa meningkat ke pembegalan bahkan perampokan. Mereka akan belajar bagaimana melakukan perlawanan terhadap korban yang melawan. Sakaria sendiri tercatat bukan hanya mencuri biasa, tapi juga kerap melakukan pembegalan dan perampokan.
Handik mengatakan, banyak pelaku begal yang ditangkap kepolisian mengaku sebagai anak buah Sakaria. "Karenanya kami terus melakukan pengembangan terkait orang ini," kata dia. Dia menduga sudah banyak komplotan begal yang dibentuk Sakaria.
Dia menambahkan, setiap anggota komplotan begal memang biasanya bergabung dalam komplotan lainnya. "Seorang pelaku biasanya bergabung dengan kelompok lainnya," kata dia. Dan seorang otak pembegalan, bukan hanya Sakaria, bisa merekrut anggota dan membentuk kelompok lainnya. "Rata-rata polanya seperti itu."
Pada Kamis 23 April 2015 lalu, seorang otak pelaku pembegalan tewas karena tertembak timah panas anggota polisi. Sakaria, 32 tahun, terpaksa dilumpuhkan karena melawan saat akan ditangkap di kawasan Taman Sari, Jakarta Barat.
Di catatan kepolisian, Sakaria sudah terkenal sebagai kapten begal asal Jabung, Lampung Timur. Dia sudah banyak menciptakan komplotan-komplotan begal yang kerap beraksi di ibu kota. Meski dia sudah tiada, polisi menduga sudah banyak pencuri yang diajari keterampilannya.
Kriminolog dari Universitas Indonesia Erlangga Masdiana sependapat bahwa pelaku begal terus beregenerasi. Hal itu akan terus terjadi jika pihak berwenang tak melakukan penyelesaian di akar permasalahannya.
Dia mengatakan kemunculan begal terus terjadi karena problema pendidikan dan ekonomi di masyarakat tak diselesaikan. "Urusannya tak bisa selesai hanya dengan polisi menangkap," kata dia. Dia mengatakan perlu tindakan dari aparat setempat di sana untuk mencegah lahirnya lagi penjahat jalanan, terutama dari golongan anak di bawah umur.
Menurut dia, pemerintah setempat perlu memberikan pendidikan yang layak bagi anak muda di sana. Selain itu, kesejahteraan penduduk di sana perlu diperhatikan agar mereka tak memilih ke Jakarta dan menjadi begal. "Itu memang sulit, tapi bisa dilakukan secara bertahap asalkan serius," ujarnya.
NINIS CHAIRUNNISA