TEMPO.CO, Jakarta - Kawanan anjing yang tergabung dalam Unit Satwa K-9 Kepolisian Daerah Metro Jaya terbagi dalam lima gugus tugas, yakni pelacakan kriminal, narkotik, bahan peledak, pengendalian massa, dan operasi search and rescue. Salah satu yang diandalkan adalah anjing kualifikasi pengendalian massa. Sebab, tak jarang di DKI Jakarta digelar demonstrasi yang berpotensi ricuh.
Kepala Unit Satwa K-9 Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Muhyi menyarankan demonstran tak menganggap remeh pasukan satwanya. Sebab, dia sudah mengubah metode pelatihan bagi anjing pengendalian massa yang sebagian besar diperkuat oleh ras Rottweiler.
Pergantian metode itu, kata dia, mencakup perintah penyerangan kepada demonstran. Dulu, anjing K-9 baru menyerang massa bila diperintahkan pawangnya. "Kini, demonstran yang diidentifikasi oleh anjing membawa senjata tumpul, misalnya pentungan, bisa langsung diserang tanpa perintah," katanya kepada Tempo di Petamburan, Jakarta Barat, pekan lalu.
Metode pengendalian massa oleh anjing itu, kata Muhyi, dikembangkan untuk meredam onar sedini mungkin. Sebab, demonstran yang membawa pentungan dipastikan bakal memicu kericuhan dan berpotensi menimbulkan korban. "Penyerangan pada demonstran bersenjata oleh anjing dibenarkan karena untuk mekanisme membela diri," ujarnya.
Selain itu, penyerangan kepada demonstran bersenjata juga dikembangkan untuk menghindari tuntutan hukum. Sebab, polisi bisa mengambil pentungan sebagai alat bukti kejahatan. Sedangkan, bila penyerangan anjing K-9 kepada demonstran tak bersenjata berdasarkan perintah pawang, rentan pada tuntutan hukum.
Namun Muhyi mengungkapkan anjing K-9 yang menjadi pasukannya amat bersahabat dan ramah. Karakter anjing pengendalian massa hanya muncul saat di medan operasi. "Anda datang dan bermain dengan anjing K-9 tak bakal digigit," tuturnya. Meski demikian, Muhyi menambahkan, dilarang bawa pentungan.
RAYMUNDUS RIKANG