TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pengurangan petugas Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok perlu dinilai sebagai bentuk peringatan keras terhadap kinerja mereka.
"Wajar Ahok seperti itu kalau PNS DKI begitu (main mata). Tapi perlu juga solusinya," ujar pengamat kebijakan publik Universitas Padjajaran Yogi Suprayogi, saat dihubungi Tempo, Kamis, 30 April 2015.
Yogi mengatakan rencana Ahok harus didukung solusi yang tepat. Sebab, kata Yogi, masih banyak pegawai pajak yang mampu berkomitmen tinggi dalam mewujudkan target pemerintah.
"Teman-teman di pajak itu banyak yang baik. Ini yang dilakukan, menegaskan aturan. Selama ini hanya aturan yang tidak dilaksanakan," kata dia.
Menurut dia, solusi yang paling tepat untuk mengganti petugas yang dipangkas adalah optimalisasi peran pembayaran melalui pajak online. "Contohnya adalah Singapura. Mereka berhasil membuat suatu sistem yang semua kewajiban warganya dibayar secara online," kata Yogi.
Selain itu, para pegawai pajak yang tersisihkan sebaiknya dimutasi ke daerah yang membutuhkan. Sebab, menurut dia, para pegawai negeri di lingkungan pemerintah DKI Jakarta merupakan pegawai terbaik. "Hampir yang terbaik itu larinya ke DKI, arahkan sama Pak Ahok, jangan sampai potensinya mandek," Yogi berujar.
Gubernur Ahok mengancam akan mengurangi pegawai DPP DKI antara 40-60 persen karena dianggap tidak becus merealisasikan target pajak pemerintah. Mereka dituding kerap main mata dengan wajib pajak. Tahun lalu DKI mendapatkan rapor merah yang bersumber dari rendahnya pencapaian pajak.
JAYADI SUPRIADIN