TEMPO.CO, Depok - Teka teki kematian mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Akseyna Ahad Dori, yang tewas mengambang di Danau Kenanga UI, Kamis, 26 Maret 2015, mulai menemukan titik terang. "Titik terangnya, Akseyna tewas dibunuh," kata Kepala Polresta Depok Komisaris Besar Ahmad Subarkah di Mahala Square, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin, 4 Mei 2015. (Baca: TERUNGKAP: Akseyna UI Tewas di Danau karena Dibunuh)
Subarkah mengakui Kepolisian mengalami kesulitan mengungkapkan kasus itu lantaran minimnya barang bukti di tempat jenazah Akseyna ditemukan, yakni di Danau Kenanga, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Namun, kendati kasus Akseyna mengarah pada kasus pembunuhan, dia belum bisa menentukan motif dan mengidentifikasi tersangkanya. "Masih penyelidikan, belum berani diumumkan sekarang," katanya.
Ace, sapaan Akseyna, ditemukan tewas mengambang pada 28 Maret 2015. Saat itu, jenazah mahasiswa Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, ini ditemukan masih berpakaian lengkap dan menggendong tas ransel berisi batu. Polisi menduga batu tersebut dipakai pembunuhnya untuk menenggelamkan Akseyna. (Baca: Misteri Kematian Akseyna: Ada Pasir dan Air Dalam Paru-paru)
Sebelum muncul pernyataan Kepala Polres Depok, Senin, ini, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Kota Depok Komisaris Teguh Nugroho memang sudah berjanji bakal mengungkap kasus kematian Ace, yang terkesan misterius dalam dua pekan ini. "Dalam dua pekan kami bakal mengungkapkan kasus itu. Tanda-tanda kematian Ace sudah mendapatkan titik terang," ucap Teguh, Kamis, 30 April 2015.
Menurut Teguh, para penyidik Kepolisian telah mengumpulkan bukti ilmiah atas kematian Ace. Dari pengalamannya mengungkap sejumlah kasus kematian, Teguh mengaku, jarang sekali korban bunuh diri menggunakan cara-cara sulit seperti yang ia temukan dalam kasus kematian Ace. "Kalau bunuh diri biasanya menggunakan cara yang mudah," ujar Teguh. (Baca: Akseyna Ternyata Masih Hidup Saat Tenggelam di Danau UI)
Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian dan Kesehatan Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Musyafak mengatakan ada sejumlah luka memar pada jenazah pria 18 tahun itu. Luka memar itu bisa akibat benda tumpul. Tapi, bukan berarti dipukul, karena bisa pula akibat benturan. "Tapi saya kurang hafal di bagian mana," ujar Musyafak di Jakarta, Selasa, 14 April 2015. (Baca: Ayah Akseyna Minta Polisi Serahkan Hasil Otopsi)
Musyafak menambahkan, dari hasil pemeriksaan forensik, Akseyna masih bernapas saat berada di dalam air. Itu diketahui karena ada pasir dan air di dalam paru-parunya. Menurut dia, Akseyna meninggal karena lemas pada paru-paru akibat tidak ada udara dan menghirup air. "Itu penyebab kematiannya, tapi apakah tenggelam sendiri atau ditenggelamkan (dibunuh), ini yang masih diselidiki dan ranahnya penyidik."
Ada pun Teguh mengatakan, Kepolisian akan dibantu oleh Universitas Indonesia untuk mengungkap utuh kasus ini. Universitas Indonesia, kata Teguh, bakal menurunkan tenaga ahli yang dibutuhkan oleh para penyidik Kepolisian. "Harus dengan pendekatan ilmiah untuk mengungkapkan kasus ini. Baru lima hari saya bertugas di Depok, dan meminta khusus dalam menangani dan mengungkap kematian Ace," ucapnya.
Kepolisian Depok, kata Teguh, akan mengundang grafolog dari American Handwriting Analysis Foundation, Deborah Dewi, untuk mengungkap keautentikan tulisan tangan Ace. Sebab, Teguh menuturkan dari tulisan yang ditemukan berbunyi "Will not return for eternity please don't search for existence my apologies for everything," memang ada perbedaan dengan tulisan asli Ace. (Baca: Tragedi Danau UI: Inilah Kejanggalan Pesan Tertulis Akseyna)
Deborah sebelumnya mengatakan, ada kemungkinan Ace tewas dibunuh. "Dari hasil analisis tulisan tangannya, saya semakin ragu Akseyna bunuh diri," kata Deborah melalui akun Twitter @deborahdewi, 19 April 2015. Hal pertama yang menjadi sorotan utama Deborah adalah arah kemiringan tulisan dalam surat wasiat vertikal.
Sedangkan kemiringan tulisan asli Akseyna diagonal ke arah kanan. Kemiringan juga ditemukan pada tanda tangan Ace. Deborah juga menyoroti gaya penulisan huruf g pada kedua tulisan. Ia melingkari setiap huruf g pada surat wasiat. Huruf itu berbeda dengan yang ditulis dalam biodata. Ace memiliki gaya khas dalam menuliskan huruf g. Huruf itu memiliki dua garis mengulang di dekat kepala huruf.
Kecurigaan terhadap keaslian tanda tangan Ace pernah diutarakan ayahnya, Kolonel Sus Mardoto. Ia mengatakan secarik kertas bertuliskan wasiat yang ditemukan di kamar kos Ace di Kelurahan Kukusan, Beji, Depok, bukan tulisan anaknya. "Karena kalau bunuh diri tidak akan melakukan cara serumit itu," katanya kepada Tempo, Senin, 20 April 2015.
HUSSEIN ABRI | IMAM HAMDI | BC