TEMPO.CO, Bekasi - Sejumlah sopir Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB) di Kota Bekasi, Jawa Barat, keberatan dengan adanya larangan angkutan itu masuk ke Jakarta. Sebab, dikhawatirkan pendapatan mereka akan turun.
"Sekarang saja penghasilan sudah mepet banget, apalagi nanti jika ada larangan," kata Agus, 45 tahun, sopir APBTB jurusan Bekasi-Bundaran Hotel Indonesia, saat ditemui Tempo, Rabu, 6 Mei 2015. Larangan itu, menurut dia, adalah ancaman bagi seluruh sopir APTB.
Sejauh ini, menurut dia, penumpang di Kota Bekasi yang menggunakan jasa angkutan APTB cukup banyak. Jika dibatasi sampai ke Cawang, Jakarta Timur, saja dipastikan penghasilan mereka akan menurun drastis. "Karena enggak bisa masuk ke Jakarta," kata dia.
Soli, 42 tahun, sopir APTB jurusan Bekasi-Tanah Abang, juga mengaku keberatan. Sebab, larangan itu dipastikan akan mempengaruhi pendapatannya. Selama ini, setiap hari ia mengantongi uang tak lebih dari Rp 60 ribu. "Soalnya kejar setoran, sistemnya komisi," kata dia. "Kalau dapat Rp 1 juta, komisinya Rp 60 ribu."
APTB di Kota Bekasi ada tiga trayek, yaitu Terminal Bekasi-Tanah Abang, Terminal Bekasi-Dukuh Atas, dan Terminal Bekasi-Bundaran Hotel Indonesia. Ketiga trayek yang masih berfungsi itu dilayani oleh 30 armada bus dari dua operator, yaitu Mayasari Bhakti dan Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD). Setiap operator mengoperasikan 15 unit bus. Adapun jumlah shelter ada enam titik.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan akan melarang APTB masuk ke Jakarta mulai pekan depan. Sebab, antara operator APTB dan Transjakarta tidak menemukan titik temu terutama menyangkut pembayaran per kilometer. Operator APTB meminta pembayaran Rp 18 ribu per kilometer, sedangkan PT Transportasi Jakarta menawarkan Rp 14-15 ribu.
ADI WARSONO