TEMPO.CO , Jakarta: Ketua Organisasi Angkutan Darat DKI Jakarta Safruhan Sinungan meminta kepada pemerintah DKI untuk tetap memperbolehkan Angkutan Perbatasan Terintegarasi Busway (APTB) tetap beroperasi di jalur Transjakarta.
"Kami ingin seperti sekarang saja. Bisa masuk jalur Transjakarta," kata Ketua Organda DKI Safruhan Sinungan dalam keterangan pers di sebuah restoran di kawasan Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Kamis, 7 Mei 2015.
Menurut Safruhan, jika pemerintah melarang APTB masuk ke jalur Transjakarta, maka akan mengganggu pelayanan masyarakat. Saat ini, sebanyak 30 ribu orang menggunakan jasa APTB. Adapun jumlah armada yang ada sekarang sebanyak 178 unit. Biaya operasional untuk satu armada mencapai Rp 5 juta per hari.
Secara historis, Safruhan menambahkan, APTB ada atas dasar keinginan pemerintah. "Kami justru merespon keinginan pemerintah. APTB adalah angkutan resmi yang disetujui pemerintah.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melarang APTB melintas di jalur Transjakarta mulai pekan depan. “Mereka hanya diizinkan beroperasi sampai perbatasan wilayah,” kata Ahok—sapaan Basuki—di Balai Kota. Musababnya, PT Transportasi Jakarta dan pengelola APTB gagal mencapai kesepakatan bergabung ke badan usaha milik DKI itu ihwal pembayaran per kilometer. Operator APTB meminta pembayaran Rp 18 ribu per kilometer, sedangkan PT Transportasi Jakarta menawarkan Rp 14-15 ribu.
Namun, Safruhan membantah jika telah menolak tarif yang diajukan pemerintah. "Dikasih Rp 12 ribu per kilometer saja kami mau," katanya.
Direktur Bianglala (salah satu operator APTB), Wahid Sukamto, mengatakan pelarangan ini berdampak pada penumpang yang menggunakan jasa layanan APTB. "Kami membantu mengurangi penumpang di halte," katanya.
Contohnya APTB jurusan Ciputat-Kota. Pada jam sibuk, jurusan tersebut akan padat. Penumpang tertarik karena trayeknya melewati kawasan strategis, seperti Sudirman. "Tinggal naik sekali saja," ujar Wahid.
ERWAN HERMAWAN