TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Sektor Metro Taman Sari menangkap empat tersangka anggota sindikat pembuat dokumen palsu. Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Metro Taman Sari Komisaris Guruh Chandra Purnama mengatakan sindikat itu mengaku memasang tarif pembuatan dokumen lancung Rp 500 ribu hingga Rp 20 juta.
"Kalau satu bulan, omzetnya puluhan juta. Sekitar Rp 10 juta minimal," kata Guruh, Senin, 15 Juni 2015.
Guruh menuturkan tarif yang mereka kenakan berbeda-beda. Menurut Guruh, mereka menetapkan tarif sesuai dengan jenis dokumen yang diminta konsumen. "Selain itu, bergantung pada tawar-menawarnya," kata Guruh.
Guruh merinci tarif memalsukan buku tabungan berkisar Rp 500-700 ribu. Harga pembuatan buku tabungan dengan nominal rekening di bawah Rp 5 juta dipatok Rp 500 ribu. Harga buku tabungan dengan pesanan nominal di atas Rp 5 juta lebih mahal. "Kalau minta Rp 10 juta, jadi Rp 600 ribu. Kalau minta Rp 20 juta, jadi Rp 700 ribu, dan seterusnya," kata Guruh.
Adapun untuk ijazah sekolah menengah atas tiruan, tersangka mematok harga Rp 500 ribu. Sementara itu, harga ijazah universitas bervariasi. "Rp 700 ribu untuk S-1. Kalau S-2, tarifnya Rp 10-20 juta," kata Guruh.
Selain ijazah pendidikan dan buku tabungan, dokumen lain yang dipalsukan sindikat tersebut yakni kartu tanda penduduk, buku nikah, dan surat tanda nomor kendaraan. Harga KTP palsu dipatok Rp 300 ribu, buku nikah Rp 500-600 ribu, dan STNK Rp 2 juta.
Adapun empat tersangka yang telah ditahan polisi yakni Kiong Su Tat alias Joni, 62 tahun; Hasanudin alias Gepeng, 42 tahun; karyawan perusahaan percetakan Karya Maju; Heriyanto, 50 tahun; pemilik percetakan Gando Pratama; dan Irwanto, 46 tahun. Sementara itu, dua orang lain masih buron.
Heriyanto mengatakan omzet yang ia terima tak menentu. "Dalam sebulan saya dapat dua atau tiga order," kata pemilik percetakan Gando Pratama ini.
Heriyanto menuturkan, untuk membuat ijazah lancung, percetakannya memerlukan waktu empat hari saja.
DINI PRAMITA