TEMPO.CO, Jakarta - Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya membongkar sindikat penipuan yang mengatasnamakan pejabat. Dari hasil penipuan, komplotan lama ini sudah mengantongi Rp 5 miliar.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Khrisna Murti mengatakan pengungkapan ini bermula dari anggota Bendahara Satuan Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya yang mendapatkan telepon dari Direktur Sabhara Komisaris Besar Subarkah untuk mengirim sejumlah uang. "Korban kemudian mengirimkan uang ke rekening yang telah diberikan," kata Khrisna, Jumat, 19 Juni 2015.
Korban ini sempat mengirim hingga Rp 200 juta. Lalu muncul korban lainnya yang tak lain adalah Bendahara Ditreskrimum Polda Metro Jaya. "Bendahara, saya melaporkan setelah sempat transfer Rp 500 ribu," kata Khrisna. Namun ternyata hal tersebut tidak benar. Kemudian dimulailah penyelidikan oleh Unit II Jatanras.
Selama satu minggu pengejaran, penyidik berhasil menangkap empat pelaku penipuan yang membuat rekening palsu dan menarik uang dari rekening tersebut. "Mereka kami tangkap 15 Juni lalu di Beji, Depok," kata Kepala Unit II Jatanras Komisaris Teuku Arsya Khadafi.
Komplotan ini telah membuat ratusan rekening dan ATM palsu sebagai alat kejahatannya. Mereka menggunakan sejumlah nama pejabat untuk memuluskan aksinya. Komplotan ini adalah AA, 33 tahun; AM (35); RA (28); dan AR (37). Dari pengakuannya, mereka bekerja di bawah suruhan seorang berinisial D. "Kami masih cari para pelaku lainnya," kata Arsya. Ada enam pelaku yang DPO.
Arsya menuturkan mereka melakukan aksinya dengan terlebih dahulu menentukan korbannya, lalu mencari profil. Kemudian mereka akan menghubungi korban lewat telepon dengan mengaku sebagai pejabat negara yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Korban yang termakan hasutan dan tipu muslihat pelaku pun mengirimkan uang yang diminta.
"Sebelumnya pelaku sudah menyiapkan ATM tertentu," kata Arsya. Setelah uang ditransfer oleh korban, para pelaku segera menarik uang yang sudah dikirim tersebut.
Untuk menyiapkan rekening, ternyata ada kelompok lain yang bekerja sama dengan kelompok penarik ATM ini. "Jadi ini seperti sel-sel terpisah yang melakukan penipuan yang sama," kata Arsya.
Polisi pun menangkap empat pelaku lain yang menjadi pembuat identitas palsu, seperti kartu tanda penduduk dan kartu keluarga. Para pelaku ini membuat KTP dan KK untuk selanjutnya membuat nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang dapat digunakan untuk membuat rekening bank.
Para pelaku yang ditangkap adalah HP, 31 tahun, YR (26), DA (20) dan DM (26). Mereka telah membuat ratusan identitas palsu untuk kejahatan ini. Salah satu pelaku DM mengatakan dia hanya melakukan apa yang disuruh bos-nya. "Saya cuma ikutin apa kata bos," ujarnya.
Bos itu pula, yang menurut DM, mengajarkannya untuk membuat identitas palsu. Mereka membuat identitas palsu dengan format KTP lama, bukan KTP elektronik sehingga lebih mudah. "Saya dapat Rp 120 ribu untuk satu rekening," kata DM. Bos DM pun sedang dalam pencarian.
Dari tangan para tersangka, polisi menyita 137 lembar KTP palsu, 52 buah kartu NPWP, 30 buah buku tabungan bank, 21 unit telepon genggam, 45 lembar KK palsu dan uang tunai sebesar Rp 1,8 juta. Ada pula sekitar 313 ATM dari berbagai bank, 44 buku tabungan dari berbagai bank dan 15 topi yang digunakan saat mengambil uang dari ATM.
Atas perbuatannya, para pelaku diancam dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dengan ancaman 4 tahun penjara. Juga Pasal 264 ayat 2 subsider Pasal 263 ayat 2 KUHP. "Ancaman hukuman maksimalnya 8 tahun penjara," kata Khrisna.
NINIS CHAIRUNNISA