TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang pembacaan vonis terhadap tiga administrator akun @TrioMacan2000 terkait dengan kasus pemerasan yang dilakukan kepada Abdul Satar, bos PT Tower Bersama Group, Rabu, 15 Juli 2015. Sidang yang dipimpin hakim ketua Suyadi ini memutus bersalah ketiga terdakwa.
"Ketiga terdakwa ditetapkan bersalah atas tindak pemerasan yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik," kata hakim Made Sutisna ketika dihubungi, Rabu, 15 Juli 2015. Ia mengatakan ketiga terdakwa dinyatakan terbukti secara sah melakukan tindak pemerasan dengan mengirimkan informasi atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Putusan tersebut ditetapkan berdasarkan Pasal 45 ayat 1 (3) jo Pasal 29 Undang-Undang RI Nomor 11 tentang informasi dan transaksi elektronik jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Made menyampaikan bahwa terdakwa Harry Koeshardjono dan Raden Nuh divonis bersalah dengan hukuman penjara 5 tahun. Sedangkan terdakwa Edi Syahputra ditetapkan bersalah dengan hukuman penjara 4 tahun.
Ketiganya didakwa atas tindak pemerasan yang dilakukan pada Agustus 2014. Melalui akun Twitter @denjaka dan @berantas3, ketiganya disangkakan mem-posting berita-berita negatif mengenai Abdul Satar dan perusahaan tempatnya bekerja, yang kemudian berlanjut dengan permintaan sejumlah uang untuk menghapus isi berita yang diunggah pada akun tersebut.
Meski telah menerima sejumlah uang sesuai permintaan, berita negatif tersebut tidak juga dihapus. Bahkan salah satu terdakwa bernama Harry Koes meminta kepada korban, Abdul Satar, sejumlah uang tambahan untuk melakukan penghapusan terhadap akun @denjaka dan @berantas3.
Kuasa hukum terdakwa Raden Nuh dan Edi Syahputra, Junaidi, mengatakan pihaknya merasa keberatan atas putusan yang ditetapkan oleh hakim. Ia menyatakan akan melakukan banding atas putusan yang ditetapkan pada persidangan Rabu, 15 Juli 2015, itu.
"Kami akan sampaikan permohonan banding dalam kurun waktu tujuh hari," tutur Junaidi. Ia menilai putusan yang ditetapkan hakim tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan.
MAYA NAWANGWULAN