TEMPO.CO, Garut - Kepala Kepolisian Resor Garut, Komisaris Besar Arif Rachman, mengaku pihaknya sempat kesulitan mengungkap pembunuhan Hayriantira di kamar nomor 5 Hotel Cipaganti. Kesulitan itu muncul karena minimnya bukti. “Petunjuknya memang sedikit sekali,” kata Arif di Garut, 7 Agustus 2015.
Pada 31 Oktober 2014, di hotel tersebut polisi menemukan mayat perempuan tanpa identitas. Hampir semua kulitnya terkelupas karena tubuhnya ditenggelamkan di bak mandi air panas. Hal ini membuat sidik jari korban tidak dapat diidentifikasi hingga tak dikenali.
Mayat tanpa identitas itu pun diotopsi. Hasilnya, diketahui penyebab kematian adalah kehabisan napas karena ada hambatan di kerongkongan. Diduga korban dihabisi dengan dibekap oleh bantal hingga tewas. Lalu mayatnya dimasukkan ke bak mandi yang berisi air panas. Menurut seorang polisi, pembunuhnya tahu betul bahwa air panas itu akan menghilangkan jejak. Apalagi air panas itu tak berhenti mengalir.
Adapun pemeriksaan di seluruh kamar, menurut Arif, tak menunjukkan identifikasi apa pun. Polisi tidak berhasil menemukan sidik jari orang yang pernah bersama korban dalam kamar. Apalagi orang itu mendaftarkan diri di hotel dengan nama palsu. Identitas yang ditulis di resepsionis hotel, menurut Arif, bernama Gerry. “Itu identitas palsu. Tercatat masuk kamar pada 30 Oktober 2014 pukul 13.00 WIB,” ujar dia.
“Tidak ada petunjuk selain baju, celana dalam, rekaman CCTV, dan nama palsu,” kata dia. Arif mengatakan polisi juga menyelidiki rekaman kamera pengintai di hotel itu. Tampak satu unit mobil Honda Mobilio yang ada di parkiran, tapi setelah diselidiki nomor polisinya ternyata palsu.
Polisi Garut tak berhasil mengungkap identitas mayat tanpa nama itu. Identitas pembunuh justru terkuak dari pengakuan Andi Wahyudi. Kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya, Andi mengaku membunuh Hayriantira di Hotel Cipaganti.
Kepada wartawan, Andi mengaku membunuh Rian karena emosi. Kemarahannya memuncak saat perempuan itu menyebut dirinya gay. Sebabnya, Andi mengaku dirinya tak mau saat perempuan 37 tahun itu mengajaknya berhubungan intim. “Kata-katanya diulang terus, saya juga enggak nyangka bisa melakukan itu,” kata dia, Kamis lalu.
Penghinaan itu membuat Andi mengambil bantal dan membekap wajah Rian. Andi mengaku sempat bingung saat mengetahui Rian sudah tak bernyawa. Dia kemudian meletakkan tubuh ibu dua anak itu ke bak mandi berisi air panas.
Andi kemudian merapikan semua barang korban dan membawanya. Dia hanya meninggalkan sebuah pakaian bermotif bunga warna biru dan celana dalam warna hitam. Andi pergi meninggalkan hotel dan membuang barang milik Rian di dekat sebuah terminal besar di Garut. “Saya tak ingat terminal apa,” ujar dia.
Namun polisi tak mempercayai pengakuan Andi begitu saja karena semua upaya pengelabuan yang dilakukan sebelum pembunuhan. Polisi curiga pembunuhan ini terencana. Indikasinya, antara lain, fakta bahwa Andi dan Rian pergi menggunakan pelat mobil palsu, Andi menggunakan nama palsu saat masuk hotel, Andi menguasai mobil korban, dan membuat surat kuasa palsu. “Kami akan rekontruksi ini secara utuh bersama Polres Garut,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Khrisna Murti.
Jika berdasarkan hasil penyelidikan terbukti bahwa Andi membunuh Rian secara spontan, Andi akan dijerat dengan Pasal 338 dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. Namun sebaliknya, jika dia terbukti telah merencanakan pembunuhan Rian, Andi dapat dijerat dengan Pasal 340 KUHP dengan vonis maksimal hukuman mati.
NINIS CHAIRUNNISA | GANGSAR PARIKESIT | SIGIT ZULMUNIR