TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah penumpang kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek meminta letak gerbong kereta khusus wanita dipindahkan ke posisi tengah. Permintaan ini muncul setelah terjadi kecelakaan KRL di Stasiun Juanda, Jakarta, Rabu, 23 September 2015. "Justru lebih baik," ujar Ety, 23 tahun, ketika ditanyakan pendapatnya mengenai perlunya kereta khusus wanita dipindahkan posisinya, pada Sabtu, 26 September 2015, di Stasiun Cikini, Jakarta Pusat.
Wanita yang bekerja di bidang retail ini merupakan pengguna setia KRL Jabodetabek dalam aktivitasnya sehari-hari dari rumahnya di kawasan Mangga Besar ke kantornya di daerah Cikini. "Wanita kan cenderung susah bergerak, kayak kemarin (kecelakaan KRL di Stasiun Juanda) jatuh banyak korban," kata Ety menjelaskan alasannya.
Nadia sependapat dengan Ety. Mahasiswi Institut Kesenian Jakarta berumur 19 tahun ini mengusulkan letak gerbong kereta khusus wanita dipindah ke posisi tengah dan tidak lagi berada di depan dan belakang rangkaian KRL. "Riskan banget, kalau ada kecelakaan yang kena duluan wanita," ucap Nadia, yang biasa menggunakan KRL dari Stasiun Duren Kalibata ke Stasiun Cikini.
Bukan hanya penumpang wanita yang menginginkan gerbong tersebut dipindah, penumpang laki-laki pun menyetujui ide ini. "Memang harusnya berada di tengah (kereta khusus wanita)," kata Samsudin, 40 tahun, penumpang setia KRL yang biasa menaiki KRL dari Lenteng Agung ke Mangga Besar.
Direktur PT KCJ M. Fadhillah membantah isu yang berkembang bahwa ke depannya gerbong khusus wanita akan dipindah posisinya menjadi di tengah rangkaian gerbong. Saat ini posisi gerbong khusus wanita ada di bagian depan dan belakang dari rangkaian gerbong KRL. Hal ini ia sampaikan saat ditemui setelah konferensi pers yang dilakukan pihak PT KAI di kantor Jakarta Railway Center pada Kamis, 24 September 2015.
"Sampai saat ini tidak ada rencana memindahkan KKW (Kereta Khusus Wanita) ke tengah," ujarnya. Menurut Fadhillah hal itu akan membuat pihaknya mendapatkan keluhan dari banyak pihak, padahal penempatan KKW di depan dan belakang merupakan upaya untuk mempermudah ibu-ibu lansia dan ibu hamil. "Kalau berhenti kan bisa langsung turun duluan, terus kalau menunggu juga bisa langsung naik tanpa harus bergerak lebih jauh mengejar gerbong lain," ujarnya.
DIKO OKTARA