TEMPO.CO, Jakarta - Leopard Wisnu Kumala, tersangka peledakan bom di Mal Alam Sutera, Tangerang Selatan, belajar membuat bom secara otodidak. "Tersangka mengaku belajar lewat Internet. Cari-cari cara buatnya lewat Google," kata Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian di Jakarta, Kamis, 29 Oktober 2015.
Bom yang dibuat Leopard berjenis triacetone triperoxide (TATP). Bom jenis itu, menurut Tito, bisa dibuat dari bahan-bahan yang mudah didapat. "Mudah dibuat pakai barang-barang yang ada di rumah tangga, seperti tiner," ucap Tito.
Bom ini, ujar Tito, termasuk kategori high explosive, bukan low explosive seperti yang diberitakan sebelumnya. Bahan peledak ini memiliki velocity of detonation atau kecepatan membakar hingga 5.300 per detik. "Bom ini juga sangat rapuh dan tidak stabil," tutur Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti.
Bom ini sendiri berbentuk seperti serbuk gula dan oleh Leopard dimasukkan ke dalam bungkus rokok Marlboro. Bom tersebut tidak menggunakan detonator khusus. "Bom meledak karena adanya panas," kata Krishna.
Menurut Tito, walau berdaya ledak tinggi, bom yang dibuat Leonard ledakannya tidak terlalu besar karena dipakai dalam jumlah sedikit. "Bom yang digunakan kurang dari 10 gram," katanya. Hal ini berbeda dengan bom Bali yang berkategori low explosive tapi digunakan dalam jumlah banyak.
Pada Rabu siang, 28 Oktober 2015, sekitar pukul 12.05 WIB, bom meledak di Mal Alam Sutera. Bom yang diletakkan di toilet kantin Borneo di mal tersebut menyebabkan satu orang terluka pada bagian kaki.
EGI ADYATAMA