TEMPO.CO, Jakarta - Perwakilan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, Taher, mengatakan, saat ini, terjadi pendangkalan laut di tempat biasa para nelayan di Teluk Jakarta mencari ikan. "Ikannya enggak ada," kata Taher saat ditemui di PTUN Jakarta Timur pada Kamis, 5 November 2015.
Taher juga mengatakan, saat ini, nelayan-nelayan di Jakarta Utara mesti mencari lahan pekerjaan lain untuk menghidupi keluarga mereka. "Ada yang jadi buruh pedagang, pemulung, ngojek," ujarnya.
Menurut Taher, pihak pemerintah provinsi tidak pernah mengadakan sosialisasi kepada para nelayan untuk membicarakan proyek ini secara baik-baik. "Sejak proyek itu ada, kami tidak diajak bicara," kata dia.
Perwakilan nelayan juga menjelaskan mereka sudah pernah mencoba membawa masalah ini ke DPR, tapi belum ada tanggapan sampai sekarang. Nelayan menganggap masalah ini harus diselesaikan lebih dulu di ranah hukum, sebelum proyek reklamasi dilanjutkan. "Ini malah terus dilanjutkan, akibatnya tangkapan kami drastis menurun."
Para nelayan, menurut Taher, sudah bersatu padu untuk terus berjuang melawan pihak Pemprov DKI. "Ini merupakan pembunuhan kehidupan nelayan secara langsung," tuturnya.
Para nelayan di Teluk Jakarta menggugat Pemprov DKI sebagai reaksi atas dikeluarkannya SK Gubernur Nomor 2238 tahun 2014 tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi pulau G seluas 161 hektare kepada PT Muara Wisesa Samudra. Adapun agenda sidang hari ini adalah mendengar jawaban dari tergugat intervensi, yaitu Pemprov DKI, yang diwakili oleh Biro Hukum DKI. Agenda sidang berikutnya adalah mendengarkan PT Muara Wisesa Samudra dan tanggapan pihak penggugat atas jawaban Pemprov DKI.
DIKO OKTARA