TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah DKI Jakarta berencana merevisi Peraturan Gubernur Nomor 228/2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum dan Ruang Terbuka. "Kami perbaiki," ucap Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Ratiyono di Balai Kota, Jumat, 6 November 2015.
Ratiyono mengatakan, perubahan peraturan bukan karena desakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyarankan mencabut saja. "Setelah kami baca ulang ada yang belum pas," ucap mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga ini.
Baca Juga:
Menurut Ratiyono, ada beberapa pasal yang akan diubah. Seperti Pasal 4 yang membatasi demo hanya di parkir timur Senayan, DPR, dan silang selatan Monas. "Kami akan ubah redaksinya menjadi pemerintah Jakarta menyediakan lokasi di sana," katanya.
Meski diubah redaksionalnya, menurut dia, tujuannya tetap sama yakni membuat demo lebih tertib, tidak ada kemacetan, dan ekonomi tak terganggu. "Kami ingin didik para pengunjuk rasa agar mereka memanfaatkan fasilitas yang ada."
Selain diubah, ujar Ratiyono, ada juga pasal yang dihapus. Pasal itu yakni pasal 6 ayat 5 yang melarang demonstrasi menggelar konvoi. Karena dalam Undang-Udang Nomor 9/1998 pawai atau konvoi diperbolehkan.
Ia mengatakan rencana revisi Pergub demo ini akan dikomunikasikan dahulu dengan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan. "Kami yang berinisiatif mengubahnya," ucap Ratiyono.
Peraturan demo dikeluarkan pemerintah Jakarta akhir Oktober, langsung menimbulkan pro dan kontra. Anggota DRPD Prabowo Soenirman menyebut Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai pemimpin yang tak mau dikritik, karena menerbitkan Pergub demo. "Ahok ini enggak mau dikecam," ucap dia.
Menurut dia, peraturan pembatasan demo ini sengaja diterbitkan Ahok agar eletabilitas dia tak menurun menjelang pemilihan kepala daerah 2017.
ERWAN HERMAWAN