TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah Fahira Idris meminta semua pihak tidak lagi menyebut warga di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung sebagai penyebab banjir di Jakarta. Menurutnya, warga di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung adalah korban dari banjir akibat kekeliruan pendekatan dalam membangun Jakarta yang sudah terjadi puluhan tahun.
“Saya harapkan semua pihak menghentikan pernyataan-pernyataan yang memojokkan warga karena mereka adalah korban,” katanya di Jakarta, Kamis, 12 November 2015.
Fahira mengungkapkan persepsi yang menyatakan bahwa normalisasi Kali Ciliwung menjamin Jakarta bebas banjir tidak berdasar. Masyarakat, kata Fahira, harus diedukasi bahwa persoalan utama banjir Jakarta adalah penurunan tanah yang luar biasa.
Bahkan, kata dia, di sebagian wilayah di bagian utara Jakarta, laju penurunan tanah mencapai 26 cm pertahun. “Apa sebabnya? Karena rakusnya kita menyedot air tanah, terutama untuk industri.”
Ia menyebutkan, tempat-tempat yang seharusnya jadi resapan air malah diberi izin untuk didirikan bangunan. Menurutnya, jika aturan mengenai batas penyedotan air tanah ini tidak segera disusun, maka laju penurunan tanah di Jakarta akan semakin cepat.
Selain itu, lanjutnya, banjir Jakarta juga disumbangkan oleh alih fungsi hutan bakau di pesisir Jakarta. Ia mengungkapkan perumahan mewah dan pusat perbelanjaan di wilayah tersebut dulunya adalah hutan bakau yang menghalangi limpasan air laut ke darat di saat terjadi pasang air laut.
“Ini juga penyebab banjir. Namun, karena mewah, rapi, indah, dan berizin mereka tidak direlokasi atau digusur. Beda dengan warga di sepanjang Ciliwung,” ujar Fahira.
MAYA AYU PUSPITASARI