TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin mengambil alih pengelolaan Taman Ismail Marzuki (TIM) agar bisa memberikan anggaran pengelolaan. Sebab, berdasarkan aturan, pemerintah hanya bisa memasukkan mata anggaran apabila lembaga tersebut dikelola oleh negara.
"TIM kan selama ini perlu subsidi terus dari pemerintah, padahal pemerintah enggak bisa kasih hibah terus-terusan," kata Djarot di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Ahad, 15 November 2015.
Menurut Djarot, apabila pemerintah DKI terus-menerus memberikan dana hibah kepada Badan Pengelolaan Pusat Kesenian Jakarta (BP-PKJ), pengelola TIM, bisa dianggap melanggar hukum. "Pasti akan ada temuan dari BPK. Mau masuk penjara? Ya enggak lah," kata Djarot.
Djarot pun menegaskan, persoalan keuangan yang dihadapi oleh BP-PKJ tidak boleh mengganggu kegiatan-kegiatan kesenian di sana. "Karena ini tanggung jawab kami, visi kami untuk menjadikan masyarakat Jakarta menjadi masyarakat yang berbudaya," ujar Djarot.
Djarot membuka lebar kesempatan kepada seniman untuk menyelesaikan persoalan ini dengan melakukan dialog. "Memang perlu kita bicarakan," katanya.
Pemerintah DKI mengambil alih pengelolaan TIM dari BP-PKJ pada Selasa lalu. Pemerintah kemudian membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk mengelola tempat itu yang semuanya dikerjakan oleh pegawai negeri.
Para seniman pun melancarkan protes karena menurut mereka sistem kerja UPT akan merugikan seniman. Mereka menganggap nantinya disamakan dengan masyarakat umum sehingga tetap dikenakan tarif untuk setiap aktivitas kesenian di area TIM.
Para seniman pun menilai, struktur kepengurusan UPT tidak pas untuk mengelola pusat kesenian karena pegawai negeri tidak punya latar belakang kesenian. Selain itu, dengan dikelolanya TIM oleh pemerintah, akan diberlakukan jam kerja bagi para pegawai tersebut sampai pukul 16.00. Padahal, kegiatan kesenian banyak berlangsung pada malam hari.
ANGELINA ANJAR SAWITRI
Baca juga:
TEROR PARIS: 5 Fakta Penting yang Perlu Anda Tahu
Tujuh Alasan Paris Menjadi Sasaran Serangan Teror Ekstremis