TEMPO.CO, Jakarta - Pengemudi ojek online Go-Jek berunjuk rasa di depan kantor pusat Go-Jek di Kemang, Jakarta Selatan, dengan memakai jaket Go-Jek berwarna hijau sambil membawa kertas karton berisikan tuntutan mereka. "Kami ingin ketemu Nadiem sebagai pimpinan," kata Fitriansyah Toisutta alias Dedi, koordinator aksi, saat ditemui di lokasi unjuk ras, Senin, 16 November 2015. Nadiem yang dimaksud adalah Nadiem Makarim, pendiri Go-Jek.
Dedi menuding pihak manajemen Go-Jek melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu poin dalam UU tersebut berbunyi, pekerja wajib diberikan upah. "Di sini (Go-Jek) tidak ada upah, karena kami dianggap mitra, bukan pekerja," ucapnya.
Para pengemudi Go-Jek juga mensinyalir ada tindak pidana penggelapan dan penipuan. Mereka menganggap pemotongan deposit sebesar Rp 40-100 ribu yang dikatakan untuk jaket Go-Jek merupakan penipuan. "Jaket itu awalnya katanya dipinjamkan, inventaris. Kalau dipotong gini, namanya milik pribadi," ucap Taufik, pengemudi Go-Jek dari Kebayoran Lama.
Saat ini tujuh perwakilan pengemudi Go-Jek tengah bertemu dengan perwakilan manajemen Go-Jek di kantornya yang terletak di Jalan Benda Raya, Kemang. Pertemuan tersebut tertutup untuk para wartawan dan pengemudi Go-Jek lain.
Para pengemudi Go-Jek yang hadir dalam aksi ini adalah mereka yang beroperasi di Depok, Kebayoran Lama, dan sekitar Gandaria City. Kepala Kepolisian Sektor Mampang Komisaris Priyo Utomo menuturkan, untuk pengamanan aksi ini, 150 personel dikerahkan. "Personel dari Polsek Mampang dan Polres Jakarta Selatan," ujar Priyo.
DIKO OKTARA