TEMPO.CO, Jakarta - Napas Abdul Rahman terengah-engah. Kulitnya kemerahan seperti habis terpapar sinar matahari. Setelah melepas helm, pria berusia 33 tahun tahun ini bergegas memasuki warung kopi dengan luas sekitar 15 meter persegi dengan banner hijau di depannya.
"Es lemon tea satu," pinta pengendara Go-Jek ini pada pemilik Warung Kopi Go-Jek, Anggun Cipta Sari, Jumat, 20 November 2015.
Rahman mengatakan, setiap hari dia mampir di Warkop Go-Jek. Menurut dia, warung kopi yang terletak di Jalan K.S Tubun, Petamburan, Jakarta Pusat ini sudah seperti pangkalan bagi pengendara Go-Jek. "Warung ini sudah seperti base camp bagi kami," tutur pria yang telah menjadi pengendara Go-Jek sejak September lalu ini sembari mengisi baterai telepon pintarnya.
Rahman menuturkan, dia dan pengendara Go-Jek lainnya terbiasa menunggu penumpang di Warkop Go-Jek. Bahkan, ia dan pengendara Go-Jek lainnya kerap menyelenggarakan rapat dengan manajemen PT Go-Jek Indonesia di warung kopi itu.
Menurut Rahman, dia sangat terbantu dengan adanya Warkop Go-Jek. Sebab, ia dan pengendara Go-Jek lainnya memiliki pangkalan sehingga tak perlu berkumpul di atas trotoar dan mengganggu pengguna jalan lainnya.
Anggun tak menyangka jika warungnya menjadi pangkalan bagi pengendara Go-Jek. Bahkan dia tak mengira, warung kopinya bisa seramai sekarang. Padahal sebelum bernama Warkop Go-Jek, dalam sehari ia hanya bisa mendapatkan uang sekitar Rp 100 ribuan.
“Kalau sekarang, dalam sehari saya bisa meraup uang hingga Rp 200 ribuan,” ungkap ibu beranak tiga ini.
Anggun menjelaskan, dia dan suaminya mengubah nama warungnya menjadi Warkop Go-Jek sejak dua bulan lalu. Musababnya, saat itu, suaminya, Rudi Firmansyah, mulai menjadi tukang ojek berbasis aplikasi itu.
Dalam sehari, imbuh Anggun, ada sekitar 20 pengendara Go-Jek yang mampir di warungnya. Perempuan berusia 32 tahun ini menuturkan, warung kopinya buka sejak pukul 08.00 hingga 20.00 dan tutup pada hari Minggu. "Yang mampir ke sini kebanyakan teman suami saya," ujarnya.
Selain menjadi pangkalan, warung kopi yang menjajakan beraneka macam gorengan dan minuman panas itu, kata Anggun, kerap dijadikan sebagai tempat rapat antara pengendara dan manajemen Go-Jek Indonesia. Oleh sebab itu, untuk mengingat siapa saja yang kerap mampir, ia pun mendata seluruh pengendara Go-Jek yang kerap singgah di warungnya.
Anggun mengatakan hingga saat ini, ada sekitar 45 pengendara yang tercatat di warung itu. Tak hanya itu, untuk mempererat solidaritas, pengendara Go-Jek yang biasa singgah di sana sepakat menjadikan Anggun sebagai bendahara yang menyimpan uang kas.
Anggun mengaku hingga saat ini, dia belum meminta izin pada Go-Jek Indonesia atas penggunaan nama Go-Jek sebagai nama warung kopinya. Namun, ia mengklaim penggunaan nama Go-jek tak akan menjadi masalah. Sebab, warungnya kerap digunakan rapat antara pengendara dengan manajemen Go-Jek Indonesia.
PT Go-Jek Indonesia belum bisa menanggapi adanya warung kopi tersebut. Telepon dan pesan elektronik dari Tempo tak kunjung berbalas.
GANGSAR PARIKESIT