TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Jakarta akan memutus kontrak kerja sama dengan pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat: PT Godang Tua Jaya dan PT Navigat Organic Energi Indonesia.
Menanggapi rencana pemerintah itu, pengelola sampah Jakarta memilih fokus bekerja ketimbang berpolemik. Namun pengelola menginginkan mediasi dengan pemerintah Jakarta dan mengubah perjanjian. "Kami ingin tipping fee dinaikkan," kata Douglas Manurung, Direktur PT Godang Tua Jaya, Selasa, 17 November 2015.
Bagaimana rencana Anda jika pemerintah mau putus kontrak?
Kami di sini kerja saja. Kami menunaikan amanat kontrak. Kalau mereka sudah menyiapkan anggaran, syukur, kami bisa kerja. Berapa ton sampah yang mereka kirim, kami kelola semampunya.
Kalau diputus, akan dibawa ke jalur hukum?
Mereka sudah mengeluarkan surat peringatan pertama. Kami sudah jawab melalui pengacara kami, tinggal menunggu jawaban mereka. Kami enggak mau berperkara. Kami inginnya ada mediasi.
Untuk apa mediasi?
Sesuai dengan amanat instruksi Gubernur Jokowi pada 2014 dan Gubernur Basuki 2015, yakni mengkaji perjanjian agar tidak saling merugikan.
Baca Juga:
Berapa penghasilan pengelola dana sebulan?
Pemerintah Jakarta membayar tipping fee sebesar Rp 123.452 per ton. Jumlah tersebut dipotong dengan PPN, PPh, dan community development untuk Pemerintah Kota Bekasi sebesar 20 persen. Jadi yang kami terima itu di bawah Rp 100 ribu per ton, sehingga untuk menutup kekurangan ditambahkan penghasilan dari kompos, daur ulang, dan listrik. Dari sana juga minim penghasilannya. Menjual kompos enggak ada yang tertarik. Masyarakat lebih senang dengan pupuk buatan. Plastik juga terbentur dengan pemulung-pemulung, sehingga ini yang menyebabkan merugi.
Jadi mediasi dengan pemerintah Jakarta karena Anda ingin tipping fee dinaikkan?
Ini yang kami mau. Sebab, kalau mau bangun gasifikasi, kami enggak sanggup. Tipping kita ini di bawah. Bandingkan dengan Surabaya yang membayar tipping fee Rp 130 ribu per ton. Mereka tanpa memberi dana community development. Lelang tipping fee di ITF Sunter saja Rp 400 ribu per ton.
Pemerintah menuding pengelola wanprestasi?
Mengelola sampah tidak mudah. Persoalannya multidimensi. Ada lingkungan, sosial, politik, masyarakat, teknologi, dan hukum. Dari semua dimensi ini, kami bukan malaikat, ada saja dari dimensi ini kami melanggar. Begitu juga dengan pemerintah Jakarta.
Contohnya pemerintah Jakarta melanggar yang mana, ini yang harus didiskusikan. Jangan sampai pemerintah menuding kami wanprestasi, kami juga menuding mereka begitu. Duduk sama-sama. Yang mana wanprestasi kami. Kalau Bantargebang bermasalah, Jakarta tidak punya alternatif tempat delivery sampah. Jangan sampai chaos, nambah beban Pak Presiden Jokowi lagi. Untuk urusan kayak gini sampai ke Presiden.
Apa wanprestasi Jakarta?
Menurut kami, wanprestasi DKI itu soal tonase. Di kontrak seharusnya tahun ini mereka kirim sampah sebesar 3.000 ton per hari, tapi faktanya 7.000 ton. Tahun depan di kontrak sampah yang dikirim harus 2.000 ton. Tapi kemungkinan akan berlebih sampah yang dikirim ke kami.
Apa akibat dari sampah yang dikirim berlebihan itu?
Konsep-konsep yang sudah kami desain akan berubah. Karena ITF yang harusnya dibangun di Jakarta tapi tak kunjung dikerjakan. Ini membuat sampah yang dikirim ke kami membeludak. Ini mengganggu desain kami, termasuk soal menghasilkan gas metan untuk listrik.
Bukankah pemerintah membayar semua sampah yang dikirim ke Bantargebang?
Iya, dibayar, tapi penerimaan lain enggak kami terima. Listrik yang harusnya 26 megawatt tapi sekarang cuma 2 megawatt per bulan.
Satu megawatt dijual berapa ke PLN?
Saya tidak tahu. Itu urusan PT Navigat Organic Energy Indonesia--perusahaan yang mengelola sampah menjadi listrik. (Menurut Glen De Fretes, salah seorang pegawai Nagivat, 1 megawatt dijual Rp 500 juta ke PLN).
Saham PT Godang Tua Jaya milik Reskon dan dua menantunya, yakni Anda dan Tumpak Sidabutar?
Akta yang lama memang seperti itu. Tapi, setelah Pak Tumpak jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bekasi, ada perubahan kepemilikan saham. Pak Tumpak melepaskan saham yang dimiliki.
Diserahkan ke siapa?
Sahamnya diserahkan kepada Agatha Lia Widjayanti, anggota keluarga kami juga. Begitu Pak Tumpak menjadi anggota DPRD, dia tak mengurus Godang Tua lagi.
ERWAN HERMAWAN