TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari 300 nelayan Muara Dadap dan Kamal Muara menggelar aksi di perairan Teluk Jakarta dan Pantai Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Senin, 23 November 2015. Aksi dengan cara berkeliling di atas laut sambil berorasi ini dilakukan untuk menolak proyek reklamasi Jakarta dan Tangerang yang saat ini sedang berlangsung. "Reklamasi telah menyengsarakan hidup nelayan tradisional," ujar Ketua Serikat Nelayan Tradisional Azis Suwandi dalam orasinya.
Selain membunuh kehidupan nelayan tradisional, Azis mengatakan, proyek pembangunan kota pantai modern berbentuk pulau-pulau di sepanjang pesisir utara Tangerang hingga pesisir utara Cilincing, Jakarta Utara, dengan mereklamasi ribuan hektare laut itu akan merusak lingkungan hidup dan merampas hak hidup serta penghidupan ribuan nelayan dan masyarakat pesisir. "Kehidupan nelayan tradisional semakin terpinggirkan," katanya.
Menurut dia, sudah dua tahun berjalan perjuangan nelayan dan masyarakat pesisir melawan kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang lebih melindungi pengusaha ketimbang nelayan dan masyarakat pesisir. "Ternyata sepertinya aparat birokrasi, pemerintah, parlemen tunduk di bawah kuasa kaum modal, bahkan di lapangan ketika rakyat protes dihadapkan oleh gerombolan preman, satpol PP," tuturnya.
Azis mengatakan jalan damai dan demokrasi sudah ditempuh tapi, apa daya, penderitaan dan kesengsaraan nelayan terus berlanjut bersamaan dengan lalu-lalangnya truk dan kapal pengangkut bahan material siang dan malam yang terus menguruk dan menimbun laut. "Biota laut, karang laut, semua mahluk hidup, seperti ikan, rajungan, kerang, alat tangkap, seperti jaring ikan, sero, udang, bagang, rusak dan hancur," ucapnya.
Berdasarkan pengamatan Tempo, dengan mengendarai puluhan kapal motor, ratusan nelayan ini berkumpul di Tempat Pelelangan Ikan Kamal Muara. Kemudian mereka bergerak ke pulau reklamasi di Kamal Muara yang dibangun PT Kapuk Naga Indah atau PIK 1 dan pulau reklamasi kedua di Pantai Dadap atau PIK 2 yang dibangun PT Tangerang International City.
JONIANSYAH HARDJONO