TEMPO.CO, Depok - Ketua Forum Buruh Kota Depok Arif Rahman mengaku kecewa atas ditolaknya pengajuan upah minimum Kota Depok sebesar Rp 3.132.000 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. "Kami menyesalkan penetapan UMK berdasarkan PP pengupahan yang baru," katanya, Senin, 23 November 2015.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan telah menetapkan UMK Depok tahun 2016 sebesar Rp 3.046.000. Arif ingin pemerintah kembali mengkaji UMK yang telah ditetapkan. "Kami masih tunggu perkembangan dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat," ucapnya.
Buruh di Depok menolak tegas PP 78 karena dinilai sebagai upaya pemiskinan buruh secara sistematis dan inkonstitusional. Arif berpendapat PP 78 tersebut bertentangan dengan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam undang-undang tersebut telah diatur tentang penentuan upah itu bahwa ada tiga unsur yang terlibat, yaitu pemerintah, Apindo, dan serikat buruh. Namun yang diatur dalam PP 78 hanya pemerintah dan bersifat sentralistik. "Jika pemerintah saja sudah inkonstitusional, lalu apa kita bernegara kalau seperti ini? Katanya, kita adalah negara hukum," katanya.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPMI-KSPI) Kota Depok Wido Pratikno mengatakan telah memberi rekomendasi kenaikan UMK Depok sebesar 14,7 persen, dari UMK tahun 2015 sebesar Rp 2.732.000. Kesepakatan ini telah melalui proses panjang antara pemerintah dan pengusaha. "Kami sudah memberikan rekomendasi sesuai pembahasan dengan pemerintah," ucapnya.
Dasar perhitungan kenaikan UMK tahun ini juga atas pertimbangan kenaikan tarif listrik pada 2016. Hal ini berkaca pada kenaikan harga bahan bakar minyak, yang selalu mempengaruhi penurunan daya beli buruh mencapai 3 persen. "Artinya, memang harus dinaikkan lagi UMK Depok sebanyak 3 persen," ucapnya.
IMAM HAMDI