TEMPO.CO, Bekasi -Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI menghentikan kasus dugaan ijazah palsu Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Sebab, penyidik tak menemukan unsur pidana dalam kasus yang dilaporkan masyarakat beberapa waktu lalu.
"Tak bisa ditingkatkan ke penyidikan," kata Kepala Sub-Direktorat Dokumen dan Politik Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri Komisaris Besar Rudi Setiawan, Rabu, 16 Desember 2015.
Menurut dia, setelah lembaganya menerima laporan bahwa ijazah sekolah menengah atas dan strata 1 Wali Kota Bekasi palsu, penyidik segera menelusurinya. Ia berujar, penyidik mendatangi sekolah SMA 52 Jakarta dan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Bagasasi.
Hasilnya, kata dia, diketahui Rahmat Effendi awalnya mengenyam pendidikan di sekolah pelayaran. Namun saat ujian praktek tidak mengikutinya dan memilih melanjutkan di salah satu sekolah swasta. Ketika ujian nasional, sekolah swasta tersebut ikut bersama SMA 52. "Sekolah telah mengakui mengeluarkan ijazah atas nama Rahmat Effendi," katanya.
Sedangkan hasil interview di STIA Bagasasi, ujar dia, Rahmat Effendi memang kuliah dan memperoleh ijazah S1. Namun ijazahnya tak terdaftar di lembaga Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Soalnya, sekolah tinggi tersebut melakukan ujian sendiri. Sedangkan di aturan Badan Akreditasi Nasional pada 1998, setiap universitas bisa melaksanakan ujian tanpa diwajibkan melapor ke Kopertis.
Baca Juga:
Rudi menambahkan, dari hasil penyelidikan tersebut, tak ditemukan unsur pidana. Dengan begitu, kasusnya pun tak bisa ditingkatkan menjadi penyidikan.
Sementara itu, Rahmat Effendi mengatakan laporan ke Bareskrim ihwal ijazah palsu hanyalah politisasi untuk menjatuhkannya. Padahal hasil penyelidikan pihak berwenang tak membuktikannya. "Selama ini saya diam. Kalau (tudingan) ditanggapi nantinya akan melebar ke mana-mana," tuturnya.
Menurut Rahmat, masih banyak persoalan di Kota Bekasi yang harus dibenahi ketimbang menjawab tudingan-tudingan yang masih harus dibuktikan oleh pihak berwenang. "Masih banyak hal lain yang lebih penting untuk ditanggapi ketimbang menanggapi kabar bohong atau fitnah dari sekelompok orang yang memiliki kepentingan tertentu," ucapnya.
ADI WARSONO