TEMPO.CO, Jakarta - Kemacetan di sejumlah titik semasa libur Natal dan tahun baru memaksa para pengguna jalan harus menempuh waktu tempuh yang berkali lipat ketimbang hari normal, bahkan untuk jarak yang tak terlalu jauh. Salah satunya dialami Shandy Miranda, yang mengalami perjalanan selama 16 jam dari Jakarta menuju Bandung, Jawa Barat, kemarin. Padahal, pada hari normal, waktu tempuh untuk jalur itu hanya dua-tiga jam.
Shandy, karyawati swasta dari bank syariah, bersama keluarganya bertolak dari rumahnya di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, pada Kamis lalu pukul 05.30 dengan menumpang Renault Grand Scenic yang sudah diservis sebelumnya. Ia bersama suami dan dua anaknya memulai perjalanan dengan melewati Jalan Tol Pondok Gede ke arah Jagorawi.
“Awalnya, kami berencana masuk Jalan Tol Cikampek dari Pondok Gede. Tapi sepintas terlihat macet, jadinya beralih lewat Jagorawi,” ujar Shandy pada Tempo, Jumat, 25 Desember 2015. “Kami juga lihat di Waze (aplikasi peta berbasis sosial di ponsel), lancar-lancar saja.”
Namun keadaan berbalik ketika sampai di persimpangan Bogor dan Ciawi. “Mulailah kita melewati jalur neraka,” tutur Shandy. “Kita sampai parkir dan foto-foto saking lamanya. Dari pukul 08.00 sampai 11.30 kemarin, baru kemudian jalur ke bawah Puncak ditutup,” katanya. Meski begitu, kemacetan tak lantas hilang. “Harapan tinggal harapan.”
Secercah harapan muncul ketika jalanan mulai lengang saat melewati belokan menuju Taman Safari. Tapi, tak lama kemudian ketika melewati Puncak Pass, Shandy harus menghadapi kemacetan lagi hingga Cipanas. Antrean panjang harus kembali dihadapi ketika melewati Cianjur.
Saat itu sudah pukul 16.00, posisi Shandy sekeluarga tinggal 50 kilometer lagi menuju Bandung. “Tapi itu kita tempuh selama enam jam. Tiap titik macet bisa sampai dua jam lebih,” ucapnya. Akhirnya, Shandy bisa sampai Bandung pukul 22.00 setelah mengarungi jalanan macet dengan total waktu 16 jam, termasuk untuk istirahat di tengah perjalanan.
Selain karena volume kendaraan yang sangat banyak menjejali jalan, Shandy menuturkan ada jembatan rusak sepanjang 10 meter di Padalarang. “Di situ macet bisa sampai lebih dari dua jam,” ujarnya. Sayangnya, sepanjang perjalanan itu, tak ditemui penanda jalur alternatif ataupun petugas yang menangani kemacetan.
Untunglah, kata Shandy, anak-anak tidak rewel dan suami tetap bersemangat melanjutkan perjalanan. “Emaknya yang sekuat tenaga jadi kopilot, dokter, psikolog, sekaligus entertainer.” Di Padalarang, suaminya harus berhati-hati karena dari arah berlawanan banyak sepeda motor ngebut dan mengambil jalur mobil. “Jujur, ada traumanya.”
Meski begitu, Shandy masih bersyukur. Dengan mengambil jalur itu, ia dan keluarga bisa sewaktu-waktu meminggirkan kendaraan dan beristirahat. “Kalau kita ambil jalur tol, tidak akan bisa istirahat,” ucapnya. “Paling-paling dompet dan bensin yang bocor kalau banyak berhenti untuk istirahat.” Untuk menghindari puncak arus balik, Shandy berencana mengambil jalur Cipularang untuk pulang ke Jakarta esok hari.
R.R. ARIYANI