TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menentang anggaran untuk tunjangan rapat anggota DPRD DKI Jakarta sebesar Rp 300 ribu sekali rapat. Menurut dia, hal itu tidak berdasar karena tidak ada peraturan yang mengatur tentang tunjangan rapat.
Ahok mengatakan sudah menerima surat dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengenai hal ini. Dia pun sudah mendisposisikan surat jawaban penentangannya melalui Sekretaris Daerah. "Saya beri disposisi ke Sekda, saya tulis mana ada aturannya gitu lho," ujarnya saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Rabu, 10 Februari 2016.
Menurut Ahok, tunjangan rapat yang diminta tak masuk akal dan layak dicoret dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). "Mana ada sih aturan kamu kalau kerja diajak rapat oleh bos minta uang? Kaya dong gubernur kalau tiap kali rapat dapat duit," katanya.
Ahok menuturkan, tanpa adanya tunjangan tersebut, seharusnya anggota dewan tetap berkewajiban mengikuti rapat sebagaimana tugas dan fungsinya. "Gaji udah gede, dikasih mobil. Masak, enggak rajin? Aku lebih kecil gajinya, rajin juga," ucapnya. Dia pun mengembalikan penilaian permintaan tunjangan rapat anggota dewan tersebut ke masyarakat, apakah pantas atau tidak. "Tanya deh, kalau 50 persen plus satu masyarakat setuju, aku kasih, dan kalau ada aturannya."
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi sebelumnya mengatakan mulai tahun ini tunjangan rapat anggota dewan akan dihidupkan kembali. Menurut Prasetio, tunjangan rapat ini dapat efektif meningkatkan kinerja anggota dewan. Karenanya, tingkat kehadiran dalam rapat-rapat di setiap komisi menjadi lebih tinggi.
Tunjangan rapat untuk anggota DPRD DKI sebenarnya sudah pernah diterapkan beberapa tahun lalu. Namun kemudian dihilangkan saat kepemimpinan Ade Supriyatna, Ketua DPRD DKI periode 2004-2009.
GHOIDA RAHMAH