TEMPO.CO, Jakarta - Pintu depan bangunan berlantai dua di Jalan Kepanduan II Kelurahan Pejagalan, Jakarta Utara, itu terbuka setengah. Dari balik pintu, seorang perempuan berusia sekitar tiga puluhan tahun melambaikan tangan. “Silakan mampir Mas,” ujar perempuan yang memperkenalkan diri dengan nama Sarah itu, Kamis 11 Februari 2016.
Mengenakan mini dress putih, perempuan asal Jawa Barat dengan terang-terangan mengaku sebagai pekerja seks. Pekerjaan itu sudah dilakoni sejak setahun. Dia terpaksa menjual diri karena tidak memiliki pekerjaan lain. Sementara keluarganya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. "Tapi keluarga di kampung enggak tahu kalau saya kerja beginian," kata perempuan itu dengan dialek Sunda.
Untuk menjalankan praktik prostitusi itu Sarah menempati sebuah wisma yang memiliki 10 kamar. Masing-masing kamar berukuran 2 x 1,8 meter dan saling berhadapan. Di dalam kamar itu terdapat keran air untuk membersihkan diri, handuk kecil, meja, dan kipas angin.
Meja-meja dan kursi berjajar di wisma itu. Beberapa botol bir tergeletak di atas meja. Harga sebotol bir di sana mencapai Rp 50 ribu. Selain itu, alat kontrasepsi pun tergeletak di atas meja setiap kamar. “Semua tamu wajib pakai alat kontrasepsi agar terhindar dari penyakit,” ujar Sarah.
Menurut Sarah, tarif untuk sekali kencan di Kalijodo sebesar Rp 150 ribu. Uang itu tidak semua masuk ke kantorngnya. Sebanyak Rp 50 ribu diberikan kepada pemilik wisma dan sisanya baru untuk dia.
Kawasan Kalijodo kembali populer setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyampaikan rencana untuk membongkar tempat itu. Sebab praktik prostitusi di Kalijodo tidak memiliki izin. Selain itu, lahan yang ditempati adalah milik negara.
Baca: Gusur Kalijodo, Muncikari: Ahok Takut Kalah Pilkada
Menurut Ahok --sapaan Basuki-- kawasan Kalijodo nantinya akan dijadikan ruang terbuka hijau. Rencana itu sempat ditunda karena pemerintah memprioritaskan pembangunan jalan inspeksi sungai dan waduk terlebih dahulu.
Ahok menjelaskan, sebelum pembongkaran dimulai, pemerintah terlebih dahulu mendata penduduk yang tinggal di kawasan itu. Data itu nantinya digunakan untuk membangun rumah susun guna menamgpung mereka yang digusur. "Rencananya kami akan bangun 10 blok di atas tanah 10 hektar. Makanya kami perlu mendata untuk menampung mereka yang berdagang atau yang punya bengkel," ujar Ahok.
GANGSAR PARIKESIT | INGE KLARA SAFITRI