TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menggusur kawasan Kalijodo, nama Abdul Aziz tak pernah terdengar. Namun belakangan ini Daeng Aziz --panggilannya--sering tampil ke publik menolak rencana penggusuran tersebut, termasuk mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Belakangan, Senin, 22 Februari 2016 Polda Metro Jaya menetapkan Aziz sebagai tersangka karena memfasilitasi perbuatan cabul, atau prostitusi. "Akan kami panggil sebagai tersangka terkait memudahkan dan memfasilitasi perbuatan cabul seperti Pasal 296 KUHP," ujar Direktur Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Mukti di kantornya.
Selain karena memiliki bisnis di Kalijodo, Aziz juga punya beberapa alasan lain untuk menolak penggusuran. Kepada wartawan Tempo Rezki Alvionitasari yang menemuinya di Intan Bar miliknya pada Jumat 19 Februari 2016, Azis menjelaskan alasannya itu termasuk sikapnya menolak porstitusi alias pelacuran.
Mengapa Anda mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia beberapa waktu lalu?
Jadi itu dalam rangka menyampaikan aspirasi masyarakat terkait rencana pembongkaran Kalijodo. Ada pembicaraan antara masyarakat Kalijodo, ketua RT, dan tokoh masyarakat, sehingga kami bersama-sama ke Komnas HAM memohon perlindungan. Saya datang ke Komnas HAM untuk mengadukan nasib kami, sebagai warga DKI Jakarta dan warga negara. Di mana keadilan bagi kami? Di mana tanggung jawab negara membela rakyatnya?
Menurut Anda, penggusuran ini melanggar hak asasi?
Kemarin itu menyampaikan aspirasi masyarakat untuk meminta perlindungan hukum ke sana.
Setelah ke Komnas HAM, Anda juga ke DPRD Jakarta hendak menemui Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana (Haji Lulung). Seberapa dekat Anda dengan dia?
Saya tidak pernah ketemu dia sebelumnya. Pada waktu itu juga tidak ketemu karena waktunya tidak tepat. Jadi saya tidak sempat menyampaikan permasalahan kami. Sekarang sudah ada masyarakat yang menyampaikan aspirasinya.
(Setelah wawancara ini, warga Kalijodo mendatangi DPRD DKI Jakarta menyampaikan aspirasi mereka pada Jumat, 19 Februari 2016. Namun Aziz tidak ikut.)
Apakah Anda mendekati Haji Lulung karena dia berseberangan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama?
Oh, saya tidak tahu bahwa Haji Lulung dengan Pak Ahok (panggilan Gubernur Basuki) selalu silang pendapat. Tapi, yang jelas, dia adalah anggota DPRD. Dia adalah wakil rakyat. Saya ke situ membawa bukti kepemilikan yang saya pegang untuk diserahkan kepada wakil rakyat. Agar tidak tumpang-tindih mengenai statusnya yang dinilai ilegal.
Alasan Gubernur Ahok menggusur adalah karena Kalijodo merupakan jalur hijau. Tanggapan Anda?
Itu salah satu poin yang dipertanyakan masyarakat. Kalau memang jalur hijau, seharusnya ada petanya. Masyarakat berharap ada keterbukaan dari pemerintah. Kok, Season City dan Mal Taman Anggrek, yang statusnya sama dengan Kalijodo, tidak dibongkar? Malah Kalijodo doang? Di mana keadilannya? Menurut saya, ini perlu dikaji ulang, karena menurut masyarakat yang sudah tinggal 70 tahun di sana, enggak ada itu program hijau.
Selain itu, apa lagi alasan untuk menolak penggusuran Kalijodo?
Di sini ada beberapa warga yang memiliki sertifikat, termasuk saya. Untuk status tanah, saya punya bukti suratnya yang ditandatangani lurah dan bayar pajak Rp 16 juta lebih dalam setahun untuk satu obyek rumah. Maka kami merasa legal tinggal di sini dan hubungan itu adalah hubungan yang perlu dilindungi hukum. Selain itu, kami tidak diberi kesempatan duduk bersama membicarakan permasalahan ini.
Pemerintah menyebut sebagian warga Kalijodo ilegal?
Jangan sampai menyebut Kalijodo ilegal, baik tanah maupun legitimasi penduduknya.
Bukti sertifikat apa yang Anda miliki?
Kemarin sudah diberikan kepada kuasa hukum masyarakat, yaitu Pak Razman Arif Nasution. Untuk lebih jelas, pertanyaannya sebaiknya ke Pak Razman.
(Melalui sambungan telepon, Razman menjelaskan bahwa warga mengantongi sertifikat tanah musala yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional Jakarta Utara pada 2000. Selain itu, ada sertifikat yang dikeluarkan pemerintah pada 1959 dan sertifikat jual-beli pada 1987.)
Anda setuju prostitusi ditutup, tapi menolak penggusuran?
Seratus lima puluh persen saya setuju bila prostitusi dihapus. Tapi persoalannya pemerintah harus menyediakan tempat untuk usaha dulu bagi mereka.
TITO SIANIPAR