TEMPO.CO, Jakarta - Dua pemalsu meterai Rp 6.000 yang belajar sendiri ternyata lihai. "Tingkat kemiripan dengan meterai asli 70-80 persen," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Priok Ajun Komisaris Victor Inkiriwang, Senin, 7 Maret 2016.
Tingkat kemiripan itu didasarkan pada pernyataan ahli dari Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri). Menurut Victor, jika dilihat sekilas, tidak ada perbedaan yang mencolok antara meterai asli dan palsu.
Baca Juga:
Namun, jika dilihat secara teliti, hologram pada meterai asli lebih jelas. Selain itu, tekstur kertas berbeda. "Akan ada serat benang berwarna merah kalau meterai asli," ujar Victor.
Kepala Unit III Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan Tanjung Priok Inspektur Satu Angga Surya Saputra mengatakan keahlian tersangka mencetak meterai palsu diperoleh secara otodidak. Alat pencetak yang digunakan juga hasil rakitan sendiri. Keuntungan dari penjualan meterai palsu, kata dia, hanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari tersangka.
Penangkapan dua tersangka, yaitu RDW, 42 tahun, dan RDS, 22 tahun, sebagai sindikat pemalsuan meterai didasarkan pada keresahan peredaran meterai palsu di Jakarta Utara.
Baca Juga:
Angga mengatakan pihaknya menyelidiki sindikat itu pada 24 Februari 2016. Pelaku ditangkap di Koja, Jakarta Utara. Atas perbuatannya, pelaku dikenakan hukuman maksimal 7 tahun penjara.
Menurut Angga, saat penangkapan, tidak ada perlawanan dari pelaku. Pelaku mengaku bersalah dan menyadari tindakannya melawan hukum.
DANANG FIRMANTO