TEMPO.CO, Jakarta - Adhyaksa Dault menolak mundur atau non aktif sebagai ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka periode 2013-2018 terkait langkah politiknya sebagai calon Gubernur Jakarta pada Pilkada 2017.
"Saya tidak perlu mundur atau non aktif dong," kata Adhyaksa dalam konferensi pers di kediamannya di Kalibata, Jakarta Selatan pada Senin, 7 Maret 2016.
Dia menjelaskan bahwa Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka Jawa Timur adalah Syaifullah Yusuf yang kini menjadi Wakil Gubernur. Lalu Ketua Kwarda Jawa Barat adalah Dede Yusuf, politisi/anggota DPR dari PAN. "Kan itu tidak masalah, yang penting tidak membawa pramukanya dalam ranah politik," kata mantan Menpora ini.
Pada 20 September 2015, Adhyaksa Dault telah mendeklarasikan dirinya sebagai calon Gubernur Jakarta. Sejak itu, dia melakukan kampanye ke berbagai wilayah, termasuk wawancara dengan media.
Pada Jumat pekan lalu, dia diwawancara secara live dengan TV One menggunakan seragam pramuka. Langkah politik Adhyaksa yang pernah menjadi Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) pada 1999-2002, itu menuai protes dari internal Gerakan Pramuka.
"Seharusnya dia mundur dari jabatan sebagai Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka," kata Wakil Ketua Kwartir Daerah Pramuka Bengkulu, Riyadi Santoso, Senin, 7 Maret 2016. Tuntutan mundur itu juga disuarakan IGA Diah Yuniti, mantan pengurus Kwarda Pramuka Bali dan beberapa aktivis pramuka lainnya.
Riyadi menjelaskan tidak ada manfaatnya bagi Gerakan Pramuka dengan majunya Adhyaksa Dault sebagai calon Gubernur Jakarta. Malahan, katanya, merugikan bagi citra Gerakan Pramuka yang merupakan organisasi pendidikan yang bertujuan membentuk karakter generasi muda Indonesia.
Dia menilai semenjak terpilih sebagai Ketua Kwarnas Pramuka, Desember 2013, Adhyaksa menjadikan Gerakan Pramuka sebagai batu pijakan untuk ambisi politiknya. Mulai dari Pemilihan Presiden 2014 hingga Pilkada DKI Jakarta 2017. "Ini kesalahan fatal dari peserta Musyarawah Nasional Pramuka di Kupang yang memilihnya," kata Riyadi, mantan Ketua Dewan Kerja Penegak dan Pandega Kwarda Bengkulu.
Yuniti menjelaskan terpilihnya Adhyaksa Dault menjadi pelajaran berharga bagi pimpinan kwartir daerah dan kwartir cabang. Seharusnya, katanya, ketua kwartir dijabat oleh kader pramuka yang memang terdidik dalam organisasi kepramukaan, bukan organisasi kepemudaan atau organisasi politik.
Salah seorang pengurus lainnya menjelaskan langkah politik yang dilakukan Adhyaksa Dault dua tahun belakangan ini membahayakan Gerakan Pramuka. "Harus ada yang mengingatkan Presiden selaku Ketua Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka agar membuat Dewan Kehormatan menangani ini. Harus ada gerakan menyelamatkan Gerakan Pramuka," katanya.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI