TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menyatakan pelaksanaan sistem 3 in 1 harus dievaluasi total. "Karena sebenarnya 3 in 1 hanya kebijakan sementara, transisional. Sungguh aneh, (dianggap) sebagai kebijakan transisional, tapi dipertahankan sampai 22 tahun," kata Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI, dalam keterangan resminya, Kamis, 14 April 2016.
Tulus memaklumi keputusan Dinas Perhubungan yang memperpanjang masa uji coba 3 in 1 sampai empat minggu ke depan. Sebab, uji coba yang diterapkan selama satu minggu kemarin belum cukup memberikan dampak berarti.
Ia menyarankan rencana penghapusan sistem 3 in 1 diperkuat dengan penambahan armada bus Transjakarta. "YLKI mendesak Kementerian Perhubungan segera menuntaskan hibah bus ke Pemprov DKI sebesar 600 armada, yang sekarang baru dieksekusi 49 bus," ucap Tulus.
Baca Juga: Hapus 3 in 1, Ahok Akan Contek Penerapan ERP di Negara Maju
Menurut Tulus, instrumen pengganti sistem 3 in 1, secara regulasi yang sudah sangat kuat adalah penerapan jalan berbayar atau electronic road pricing. Karenanya, bukan alasan bagi Polda Metro Jaya menyatakan belum siap dengan pelaksanaan ERP. "Polda Metro Jaya harus segera menuntaskan sistem pendataan mobil elektronik yang terintegrasi atau electronic registration identification."
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, menurut Tulus, juga harus membereskan infrastruktur teknologi untuk implementasi electronic law enforcement. "Prinsipnya, jangan ada lagi proyek dan kebijakan uji coba untuk mengatasi kemacetan di Jakarta," tuturnya. "Apalagi ada kepentingan ekonomi jangka pendek di balik itu."
FRISKI RIANA