TEMPO.CO, Depok- Pemerintah Kota Depok mengaku kesulitan mengawasi dan mendata warga yang tinggal di apartemen atau rumah susun komersial. Sebab, pengelola tidak mau memberi data orang yang tinggal di apartemen.
Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna mengatakan pemerintah telah mencoba meminta data warga yang tinggal di apartemen yang ada di Depok. Namun pengelola tidak pernah memberi data yang diminta.
"Saya dengar keluhan para lurah yang tidak pernah diberi data orang yang tinggal di apartemen. Padahal sudah diminta," kata Pradi, Kamis, 21 April 2016.
Pemerintah berencana bakal melakukan pendataan warga yang tinggal di apartemen dan indekos yang banyak di Depok. Tujuannya untuk mencegah tindak kriminal dan penertiban administrasi kependudukan warga yang tinggal di Depok.
Ia melihat banyak apartemen yang ada di Depok disewakan oleh pemiliknya kepada orang lain. Sehingga perlu dilakukan pendataan untuk memastikan orang yang tinggal di kota ini. "Jangan sampai kejadian lagi, ada orang asing yang menjadi pengedar narkoba jaringan internasional," ucapnya.
Selain itu, sudah lama terendus bahwa apartemen kerap dijadikan lokasi prostitusi terselubung di Depok. Sebab, banyak apartemen yang disewakan. "Ini bahayanya bila penghuni apartemen tidak terdata," ujarnya.
Bahkan pemerintah berencana membuat paguyuban semacam rukun tetangga di apartemen untuk mengawasi penghuni yang tinggal di sana. Sehingga, bila ada temuan pelanggaran, pemerintah bisa berkoordinasi langsung dengan orang yang ditunjuk sebagai Ketua RT di sana. "Maksimalnya mungkin nanti 100 Kepala Keluarga ada satu RT di apartemen."
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pembentukan RT, diatur sebanyak-banyaknya terdiri atas 30 KK untuk desa dan 50 KK untuk kelurahan.
IMAM HAMDI