TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga riset Populi Center mengumumkan pendapat warga terkait dengan kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Salah satu pertanyaannya berkaitan dengan informasi siapa yang lebih mereka percayai, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Badan Pemeriksa Keuangan?
"Ternyata lebih banyak yang memilih Ahok (sapaan akrab Basuki)," kata Peneliti Populi Center, Nona Evita di kantornya, Jakarta Barat, Senin, 25 April 2016. Sebanyak 27,2 persen percaya dengan informasi yang mereka peroleh dari Ahok. Sedangkan hanya 19 persen yang memilih percaya dengan data audit RS Sumber Waras, yang dipaparkan BPK.
Namun, dari 400 responden, ada 28 persen responden yang enggan menjawab pertanyaan ini. Ada pula yang mengaku tidak mengetahui persoalan itu, yakni sebanyak 25,8 persen. "Angka teratas adalah tidak jawab atau cenderung tidak tahu," kata Nona.
Baca juga: Panggil Luhut, Presiden Jokowi Tanya Soal Panama Papers
Tak Tahu Mayfair, Luhut Pandjaitan Bantah Panama Papers
Skandal Panama Papers: Jokowi Didesak Telusuri Harta Luhut
Pertanyaan berikutnya mengenai keterlibatan Ahok dalam kasus itu. Selama dua kali survei, Populi Center menemukan masyarakat lebih banyak tidak percaya bahwa Ahok terlibat dalam kasus itu. Mereka, yang percaya bahwa Ahok terlibat kasus RS Sumber Waras, tercatat 19,7 persen. Angka ini naik dibandingkan dengan riset pada Februari, yakni 12,7 persen.
Baca juga:
Tamara Bleszynski Bertemu Penjambaknya, Inilah yang Terjadi
Pamer Pacar Baru, Derby Romero: Aku Pria Paling Beruntung
Lalu yang tidak percaya Ahok terlibat kasus Sumber Waras sebesar 40,5 persen. Angka ini menurun dibandingkan dengan survei Februari sebesar 40,8 persen. "Mayoritas masyarakat Jakarta masih menyatakan tidak percaya keterlibatan Gubernur Ahok, meski persentase masyarakat yang percaya turun dibanding Februari," ucap Nona.
Pembelian lahan Sumber Waras sampai kini menjadi polemik. Apalagi setelah BPK menganggap prosedur pembelian lahan itu menyalahi aturan dan diduga ada kerugian negara hingga Rp 191 miliar. Komisi Pemberantasan Korupsi lalu menyelidiki kasus ini mulai 20 Agustus 2015.
REZKI ALVIONITASARI