TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Perhubungan DKI Jakarta sepakat menghapus 3 in 1 mulai Senin pekan depan. Kepala Dinas Perhubungan Andri Yansah mengaku kebijakan 3 in 1 diterapkan untuk mengatasi kemacetan. Namun, nyatanya, kebijakan tersebut malah mengakibatkan permasalahan lain, seperti kasus joki yang terjadi belakangan ini. "Masalah kita kan cuma satu, macet. Tapi, kalau 3 in 1 tidak dihapus, masalah malah jadi banyak," kata Andri di kantornya, Kamis, 12 Mei 2016.
Menurut Andri, kebijakan 3 in 1 saat ini sudah tidak efektif. Pasalnya, ada atau tidaknya 3 in 1, macet tetap terjadi. Selain itu, aturan ini berlangsung sudah 22 tahun sehingga memang perlu dievaluasi. Aturan tersebut juga ditengarai menyebabkan persoalan baru.
Persoalan ini di antaranya mengenai joki. Joki, menurut Andri, cenderung menyebabkan eksploitasi anak seperti kasus yang belum lama ini kembali mengemuka. Andri juga mengatakan banyak anak di bawah umur yang ikut menjadi joki, padahal seharusnya mereka mengenyam pendidikan di sekolah.
Meski penghapusan 3 in 1 akan menyebabkan kemacetan bertambah parah, Andri menilai hal ini lebih baik daripada menyebabkan permasalahan lain. "Dengan ini setidaknya satu permasalahan (joki) teratasi," ujar Andri.
Untuk itu, Dinas akan berkoordinasi dengan berbagai pihak. Upaya sterilisasi jalur TransJakarta juga akan ditingkatkan dengan membangun MCB mini atau separator busway tidak hanya di koridor 1, tapi juga di tempat lain. Selain itu, perbaikan jalan, inventaris titik kemacetan, rekayasa traffic light, peningkatan petugas transaksi, dan pengawasan jalur gerbang tol otomatis juga akan dilakukan.
Kepolisian juga berencana menambah personel untuk mengatur lalu lintas setelah dihapuskannya 3 in 1. Hal ini untuk mengantisipasi kemacetan yang masih terjadi di jalur-jalur tersebut, terutama saat jam sibuk. "Kemungkinan kami akan menambah personel untuk mengatur lalu lintas sambil tetap berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Dinas Perhubungan," tutur Kepala Sub-Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Ajun Komisaris Besar Budiyanto saat dihubungi.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI