TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Redaksi Surat Kabar Obor Rakyat Setyardi Budiono mengatakan pihaknya telah lama menunggu kepastian kasus yang menjeratnya sejak dua tahun lalu. Bahkan, ia menyamakan masa penantiannya ini dengan sebuah judul lagu dangdut yang dipopulerkan oleh Jaja Miharja.
"Itu lagunya sudah ada waktu saya kecil, Pak Hakim dan Pak Jaksa, kapan kami disidang," kata Setyardi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 17 Mei 2016.
Setyardi mengatakan status tersangka yang melekat pada dirinya serta Redaktur Pelaksana Darmawan Sepiyossa sejak masa Pemilihan Presiden 2014 silam. Namun, setelah dua tahun kasus tersebut menguap tanpa berita. "Meski berkas kami sudah dinyatakan P21 (lengkap), kami tidak pernah bb diberi tahu adanya rencana sidang," kata Setyardi.
Berdasarkan penuturan dia, pihaknya sudah beberapa kali menanyakan kasusnya tersebut kepada kejaksaan dan pengadilan, namun belum juga mendapatkan kabar. "Hingga akhirnya, kami menerima surat panggilan untuk hadir hari ini," kata dia.
Setyardi mengaku tidak jadi persoalan atas pemanggilannya kali ini. Ia hanya berharap proses persidangan berjalan lancar. Dalam sidang kali ini, Obor Rakyat menunjuk Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan menjadi kuasa hukumnya.
"Kalau dalam persidangan, kami bagi-bagi tugas. Majelis hakim memimpin sidang, jaksa penuntut umum membacakan tuntutan, tugas kami ya berdoa," katanya berkelakar.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya menggelar persidangan yang melibatkan Surat Kabar Obor Rakyat. Surat kabar tersebut dituduh mencemarkan nama baik salah satu calon presiden pada 2014 silam, Joko Widodo. Salah satu edisinya menuliskan mantan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai nonmuslim dan antek Zionis.
Kasus ini dinyatakan lengkap berkas-berkasnya oleh pihak kejaksaan sejak Januari 2015. Kasus tersebut telah lama mengendap. Padahal, Dua awaknya yang ditetapkan menjadi tersangka, yakni Setyardi Budiono selaku pemimpin redaksi, dan penulis Darmawan Sepriyossa ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Juli 2014.
Mereka dijerat dengan Pasal 18 ayat 1 juncto Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mereka dianggap melanggar undang-undang itu karena Obor Rakyat tidak memiliki badan hukum. Polisi menetapkan status tersangka setelah memeriksa sejumlah saksi dan meminta keterangan pada sejumlah pihak, termasuk Dewan Pers.
LARISSA HUDA