TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid meminta aparat penegak hukum menjatuhkan sanksi maksimal bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menganggap penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Perlindungan Anak baru sebagai tahap awal. Langkah yang dia anggap paling penting ialah penerapan perpu di lapangan.
"Para hakim dan jaksa betul-betul melaksanakan perpu," kata Hidayat setelah menghadiri acara bertajuk "Sujud Syukur Pesantren Gontor" di Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu, 28 Mei 2016. Bila perlu, penegak hukum tak sungkan menjatuhkan hukuman mati dan dilaksanakan secepatnya.
Di level daerah, Wakil Ketua MPR ini menyatakan, pemerintah daerah dalam otonomi pemerintah daerah bisa ikut ambil bagian. Bahkan pemda punya peran penting dalam upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak.
Pemda bisa terlibat dalam mencegah peredaran minuman keras lewat peraturan daerah. Pasalnya, menurut Hidayat, kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, bisa dipicu oleh konsumsi minuman keras dan penyebaran konten pornografi. "Perpu belum menyentuh bagian inti. Semestinya menghukum juga penyebar pornografi dan minuman keras," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan siap membantu menyebarkan identitas pelaku bila sudah mendapat putusan dari pengadilan. Sedangkan yang menjadi wewenang Kementerian, ucap Rudiantara, dalam hal perlindungan anak ialah menutup akses Internet yang mengandung muatan negatif, seperti pornografi. "Sebelum perpu, sudah ada sekitar 760 ribu situs kami blokir," tuturnya.
Selain menutup, Kementerian Komunikasi berupaya membuka akses “Internet sehat” bagi anak-anak. Saat ini baru ada 153 ribu konten atau situs yang direkomendasikan untuk dikunjungi anak-anak. Pemerintah berharap nantinya konten Internet sehat bisa lebih banyak dibanding yang bermuatan negatif.
ADITYA BUDIMAN