TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok mengatakan ketua rukun warga dan rukun tetangga diberikan uang anggaran pendapatan dan belanja daerah jika menggunakan aplikasi Qlue dalam melaporkan masalah di lingkungannya. Dana yang keluar itu butuh pertanggungjawaban.
Jika ketua RW dan ketua RT enggan memakai Qlue, Ahok bingung cara mempertanggungjawabkan anggaran itu. "Soal Qlue, mereka mau masuk penjara atau tidak? Kalau kamu terima uang APBD itu, ada pertanggungjawabannya," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 30 Mei 2016.
Ahok mengatakan banyak laporan pertanggungjawaban operasional yang dikarang alias fiktif. Pelapor hanya membeli kuitansi dan membuat transaksi keuangan sendiri.
Baca:
Ketua RW 12 Kebon Melati: Dasarnya Apa Ahok Pecat Saya?
Alasan Ahok Pecat Ketua RW yang Menentang Penggunaan Qlue
Menurut Ahok, Qlue ini urusan yang terlalu kecil. "Ini sebenarnya tidak ada urusan dengan Qlue. Ini urusan dengan lapak-lapak yang mau dibongkarin," ujarnya. "Jadi kalau jual lapak bisa 1,5 juta sebulan dari PKL. Parkir liar gimana? Qlue itu kan cuma nyari alasan buat gimana ribut sama saya."
Ahok mengatakan kalau ada ketua RW dan RT yang tidak suka dengan Qlue, tak usah melaporkan dengan aplikasi itu. Namun, ia bertanya lagi, alasan mereka menolak memakai sistem ini.
Baca juga: Laporan Qlue Dipermasalahkan Ketua RT/RW, Ini Alasan Ahok
"Apa sih susahnya cuma tiga kali sehari? Jangan bayangin 90 kali," kata Ahok. Ia mengatakan ketua RW dan RT disarankan mengirim laporan tiga kali sehari di Qlue. Artinya, 90 kali dalam sebulan. Setiap mengirim satu laporan, mereka mendapat uang Rp 12.500. Tiap bulan mereka mendapatkan Rp 1,2 juta. "Nah terus alasan apa lagi?"
Perdebatan mengenai Qlue mengemuka sejak Ketua RW 012 Kebon Melati, Tanah Abang, Agus Iskandar, dipecat Lurah Kebon Melati Winetrin, pada Jumat, 27 Mei 2016. Alasannya, lantaran Agus menolak membuat laporan minimal sehari tiga kali dengan Qlue.
REZKI ALVIONITASARI