TEMPO.CO, Jakarta - Nasib ojek berbasis aplikasi online ditentukan hari ini. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan semua angkutan kendaraan umum, baik taksi konvensional maupun angkutan berbasis aplikasi online, saat ini telah memiliki badan hukum, entah perseroan terbatas entah koperasi. Karena itu, soal perizinan, tidak ada lagi masalah.
Namun ada tiga hal yang mutlak dipenuhi perusahaan pemilik aplikasi online, di antaranya punya surat izin mengemudi atau SIM bagi pengendara taksi, lulus uji KIR, dan kendaraan ber-STNK.
Jonan menuturkan, bagi pengemudi, mereka diwajibkan memiliki SIM sesuai dengan kendaraan yang ia kemudikan. “Kalo sedan, pengendara harus pakai SIM A umum, sedangkan (pengemudi) yang kendaraannya seven seatbelts harus punya SIM B 1 umum,” kata Ignasius Jonan di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Rabu, 1 Juni 2016.
Persyaratan kedua, kendaraan harus lolos uji KIR. Kualitas kendaraan harus bagus, tidak menyebabkan polusi udara. Syarat itu mutlak dipenuhi sehingga kendaraan yang belum lolos uji kir dilarang beroperasi. Menurut Jonan, uji kir pun tidak harus dilakukan di DKI Jakarta. “Di bengkel resmi juga bisa, yang penting harus di-KIR,” ujarnya.
Ironisnya dari 3.300 lebih kendaraan, kata Jonan, yang lolos uji KIR baru 300 kendaraan. “Kalau enggak lolos, ya harus diulang. Ini berlaku untuk semua, Metro Mini, Kopaja, semua transportasi umum, yang juga dibawahi oleh Organda,” ucapnya.
Persyaratan ketiga, karena perusahaan berbasis aplikasi online sudah berbadan hukum, mereka harus menyesuaikan STNK atas nama perusahaan. “Kalau PT ya harus PT, kalau koperasi ya harus koperasi. Kalau belum memenuhi (syarat), ya nggak boleh jalan. Kalau memaksa, akan dikandangkan, bisa dicabut izinnya,” kata Jonan.
Dengan penjelasan itu, polemik para pengemudi taksi konvensional, yang menuntut perihal taksi berbasis aplikasi online, telah berakhir. Mulai hari ini, perusahaan taksi berbasis aplikasi online, seperti GrabCar dan Uber, sudah boleh beroperasi. Namun mereka harus memenuhi syarat dan diberi tenggat hingga 31 Mei 2017.
Hari ini, kementerian dan dinas terkait, seperti Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Perhubungan; Kementerian Komunikasi dan Informatika; Dinas Perhubungan, serta Korlantas telah menggelar rapat bersama untuk menentukan nasib aplikasi berbasis online. Hal itu untuk menindaklanjuti demo pengemudi taksi konvensional pada Maret lalu, yang meminta taksi berbasis online dihentikan operasinya.
DESTRIANITA KUSUMASTUTI