TEMPO.CO, TANGERANG - RAI, 15 tahun, dituntut maksimal dengan hukuman penjara selama 10 tahun dalam kasus pemerkosaan sadis terhadap Eno Farihah, 18 tahun, karyawati pabrik plastik di Kosambi, Tangerang. Pembacaan tuntutan dilakukan dalam lanjutan sidang yang digelar secara maraton dalam Pengadilan Negeri Tangerang, Jumat, 10 Juni 2016. "Kami menuntut anak RA (RAI) penjara selama 10 tahun," kata M. Ikbal Hadjarati, anggota tim jaksa penuntut umum.
Jaksa, kata Ikbal, membuat tuntutan itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan surat dakwaan berisi jerat berlapis tentang pembunuhan, tindak pidana penyertaan, dan penganiayaan untuk RAI. Dasar lain adalah fakta-fakta dalam persidangan yang diperkuat dengan alat bukti.
Alat bukti itu, kata Ikbal, adalah surat visum yang menyatakan ada air liur RAI tertinggal di dada sebelah kiri korban dan bekas gigitan di dada korban yang meninggalkan struktur gigi yang identik dengan gigi RA. Bukti kedua adalah keterangan ahli yang menyebutkan bahwa darah Eno menempel di tangan kanan RAI dan diusapkan RAI ke tembok kamar mes tempat pembunuhan terjadi. "Sidik jari yang menempel di sana identik dengan tangan RA," kata Ikbal. (Baca juga: Ini 9 Fakta di Balik Pembunuhan Keji Eno Farihah)
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tangerang, Andri Wiranofa, mengaku punya bukti tambahan. "Kami punya alat bukti lain yang memperkuat adanya kesaksian Imam (tersangka lain) yang melihat RA sedang di atas paha korban," kata dia.
Andri merasa perlu menambahkan hal itu karena isi tuntutan tersebut dipertanyakan oleh pengacara RAI. Alfan Sari, anggota tim kuasa hukum RAI, mengeluhkan ahli forensik yang mengungkap dua alat bukti di atas tidak dihadirkan sebagai saksi di persidangan.
Alfan juga menyinggung soal transkrip percakapan lewat pesan pendek dalam telepon seluler Eno yang disebut polisi merupakan percakapan antara RAI dan Eno. "Hal ini tidak dibuka di persidangan, padahal petunjuk dan esensi kasus ini ada di SMS itu," kata Alfan selepas persidangan.
Selebihnya, Alfan mengungkapkan kembali adanya tekanan yang dialami kliennya dalam pemeriksaan oleh penyidik kepolisian serta kesaksian tersangka lain, Rahmat Arifin, dalam persidangan Rabu lalu yang menyangkal mengenal RAI. Arifin justru menunjuk orang lain bernama Dimas yang selama ini diketahui pernah memiliki telepon seluler Eno sebelum kemudian telepon itu berpindah ke tangan RAI.
Belakangan, Arifin dikabarkan membuat berita acara pemeriksaan tambahan yang meralat kembali kesaksiannya itu. Tapi, Alfan tak menggubris. Menurut dia, "Ini kasus yang dipaksakan." Dia menambahkan, "Dimas juga harus dihadirkan agar mata rantai kasus ini tidak terputus."
Dalam persidangan kemarin, RAI didampingi kedua orang tuanya, Nahyudin dan Neneng. Mereka mengaku terus menguatkan hati putra sulungnya itu. "Nak, katakan yang benar walau harus mati," kata Neneng, mengulang apa yang dia sampaikan kepada putranya.
Dalam persidangan sehari sebelumnya, RAI juga menerima kesaksian yang meringankan dari guru dan teman-teman sekolahnya. Berdasarkan pengalaman mereka, mereka rata-rata tidak percaya RAI terlibat dalam kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi antara Kamis malam dan Jumat dinihari, 12-13 Mei lalu itu.
AYU CIPTA | JONIANSYAH HARDJONO
Berita Terkait
Ini 9 Fakta di Balik Pembunuhan Keji Eno Farihah