TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra, Halim Kumala mempertanyakan alasan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang mengumumkan penghentian pembangunan Pulau G atau Pluit City.
"Saya tidak paham selevel menteri bilang Pulau G di bawahnya ada kabel," kata Halim dalam konferensi pers di Pullman Jakarta Central Park, Jakarta Barat, pada Sabtu, 2 Juli 2016.
Pada Kamis, 30 Juli 2016, Komite Bersama Reklamasi Teluk Jakarta melarang PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land, meneruskan pembangunan Pulau G dalam waktu seterusnya.
Rizal Ramli menjelaskan dari kajian Komite Bersama Reklamasi, pembangunan di Pulau G masuk kategori pelanggaran berat karena mengancam lingkungan hidup, obyek vital strategis, pelabuhan dan lalu lintas laut.
Obyek vital antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang, yang hanya berjarak 300 meter dari pulau. PLTU ini memasok kebutuhan listrik di wilayah Jakarta, seperti di Bandara Soekarno-Hatta dan Stasiun Gambir.
Menurut Rizal, pembangunan Pulau G juga bakal mengganggu kabel bawah laut yang menghubungkan jaringan nasional dengan internasional.
Halim menyebutkan, kontraktor yang membangun Pulau G tidak akan kerja bila di bawahnya ada kabel listrik dan pipa gas.
Sejak awal disain konstruksi sampai pelaksanaan, katanya, telah melibatkan konsultan ahli yaitu Royal Haskoning DHV. "Dengan pengalaman lebih dari 135 tahun di berbagai negara," katanya.
Kontraktor utama pembangunan adalah dua perusahaan Belanda yaitu Boskalis dan Van Oord. Halim mengklaim kedua perusahaan itu bertaraf internasional dengan pengalaman lebih dari 100 tahun. Salah satu proyek yang sukses ditangani adalah pembuatan pulau reklamasi Palm Jumairah, di Dubai.
Agung Podomoro mengaku melakukan pengukuran batimetri dan hasilnya sama persis dengan pengukuran sebelumnya yang dilakukan ahli teknik kelautan Institut Teknologi Bandung, Profesor Hang Tuah dan timnya.
Halim menjelaskan keberadaan pipa-pipa sudah diketahui Profesor Hang Tuah, sehingga keluar desain 25 meter, jarak antara Pulau G dengan pipa gas milik PLN. "Tidak ada kabel. Ini sudah zaman modern, masa kami tidak tahu ada kabel listrik."
Poin pelanggaran berikutnya, disebutkan bahwa reklamasi Pulau G mengganggu lalu lintas kapal nelayan. Halim mengatakan bahwa lalu lintas kapal nelayan sudah dipikirkan sebelumnya. Bahkan dalam kajian Hang Tuah sudah disebutkan adanya kanal selebar 300 meter sehingga 10-15 kapan bisa berbarengan keluar.
Selama proyek sedang dikerjakan, Halim mengatakan bahwa pihaknya sudah memasang tanda-tanda berupa pelampung/buoy, dan mercusuar.
Dia juga sudah mensosialisasikan kepada para nelayan dan menempel informasinya di syahbandar Muara Angke. "Tempelnya bukan dari semalam. Pulau sudah dibikin sedemikian rupa supaya pelabuhan Muara Angke tetap berfungsi," ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa sebelumnya tidak ditemukan biota laut. Karenanya, ia membantah pernyataan Rizal Ramli yang menyebut pembangunan Pulau G membuat biota laut mati.
Fakta tersebut juga didukung berdasarkan soil test yang telah mereka lakukan. Bahkan, Halim juga ikut melakukan soil test sendiri.
"Waktu awal 2012, saya ambil (tanah), pengen tahu dalamnya apa, tanahnya seperti apa. Itu hitam. Tanahnya sudah poluted (terkontaminasi)," kata dia sambil menunjukkan sebuah foto yang menggambarkan warna tanah dari dasar laut tersebut.
FRISKI RIANA