TEMPO.CO, Jakarta - Komite Bersama Reklamasi Teluk Jakarta yang dibentuk Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perhubungan, Pemerintah DKI Jakarta, sepakat menghentikan pembangunan Pulau G selamanya. Keputusan 30 Juni 2016 itu diambil setelah Komite mengkaji aspek teknis dan lingkungan pulau yang dibangun Agung Podomoro Grup itu.
Menurut Deputi IV Bidang Koordinasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Safri Burhanuddin, saat keputusan itu diambil Komite setelah menimbang banyak hal. Pemerintah Jakarta, yang diwakili Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Oswar Muadzin Mungkasa sempat meminta pembatalan Pulau G tak permanen.
“Bagaimana kalau redesain?” kata Safri menirukan permintaan Oswar, seperti dikutip Koran Tempo edisi 12 Juli 2016. Menurut Safri, jika redesain ukuran pulau harus diubah secara ektrim, yakni dikecilkan. “Apakah pengembang mau? Karena itu tidak ekonomis,” katanya.
BACA: 8 Dosa Reklamasi Pulau G Menurut Hakim
Maka Komite sepakat menghentikan reklamasi Pulau G secara total dan permanen. Oswar kalah suara dibanding perwakilan lembaga lain. Menurut Safri, Pulau G sangat dekat dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang, yakni kurang dari 500 meter. Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, batas aman zona terlarang adalah 500 meter dari sisi terluar instalasi atau bangunan.
Safri membantah keputusan itu diambil secara sepihak oleh Menteri Koordiantor Kemaritiman Rizal Ramli. Soalnya, dalam materi presentasi rapat Komite yang beredar tercantum Pulau C, D, G, dan N yang pembangunannya diteruskan dengan sejumlah perbaikan. “Presentasi itu bukan keputusan final,” katanya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bramantyo Satyamurti Poerwadi, yang juga Ketua Tim Teknis membenarkan keterangan Safri. Menurut dia, tim telah melakukan peninjauan lapangan dan menemukan masalah yang membahayakan lingkungan hidup maupun obyek vital strategis di sekitar Pulau G.
BACA: Pulau G Dihentikan Selamanya, Podomoro Merasa Dihabisi
Bramantyo mengatakan Komite juga menerima surat dari PT PLN pada Juni lalu yang mengkhawatirkan reklamasi bakal mempengaruhi kinerja PLTU Muara Karang, karena pembangkit ini memasok listrik ke Jakarta. “Instalasi vital yang rawan terkena dampak reklamasi diantaranya pipa untuk memasok gas dari lapangan gas Pertamina Hulu Energi ONJW ke pembangkit listrik Muara Karang dan pipa gas dari pembangkit listrik Muara Karang ke Tanjung Priok,” katanya.
Pemerintah Jakarta masih berupaya membatalkan keputusan itu. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta Oswar berkirim surat ke Istana Presiden sehari setelah keputusan Komite.
Soalnya, kata Oswar, reklamasi Teluk Jakarta merupakan satu kesatuan sehingga pembatalan Pulau G akan berdampak pada 16 pulau lainnya. “Kami meminta second opinion kepada Presiden,” kata Oswar saat itu. Hingga Ahad lalu Oswar belum menerima balasan dari Istana Presiden.
BACA: LBH Menilai Ahok Tak Paham Putusan Karena Ingin Lanjutkan Reklamasi
Ketua Tim Lingkungan Reklamasi, San Afri Awang, menilai sangat sulit memutuskan reklamasi Pulau G dilanjutkan. San Afri mengatakan PLTU Muara Karang itu sangat mengandalkan air laut sebagai air baku untuk menghasilkan listrik dan mendinginkan pembangkit. “Apa mungkin pembangkitnya dipindah? Enggak, kan?” kata Direktur Jenderal Planologi Kementerian Lingkungan ini.
San Afri pun menilai pengembang pun akan sulit mengubah desain yang telah dibuat. “Kalau cuma sisa 1–2 hektare, ya, ngapain?” kata dia.
Senior General Manager PT Agung Podomoro Land, Alvin Andronicus, berharap bisa duduk bersama pemerintah mencari solusi supaya pembangunan Pulau G bisa lanjut. "Kami patuh terhadap aturan," kata Alvin.
Alvin mengatakan tak mudah dan butuh waktu panjang mengubah desain pulau. Menurut dia, desain yang ada saat ini pun sudah melewati kajian komprehensif tim profesional. “Jadi bukan asal-asalan,” kata dia.
DEVY ERNIS | LINDA HAIRANI