TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan pengemudi taksi berbasis aplikasi memprotes Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016. Para pengemudi dari Uber, GrabCar, dan GoCar itu menyoal penahanan sebelas mobil pengemudi oleh Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dalam razia pada Sabtu, 30 Juli 2016.
Mereka tergabung dalam Car Community Online (CCO), komunitas pengemudi kendaraan umum berbasis aplikasi roda empat. Endang Johnny Setiawan, koordinator lapangan CCO yang juga pengemudi Uber, menyatakan keberatan dengan peraturan tersebut. "Kami keberatan mobil menjadi milik koperasi, bukan pribadi," katanya. "Banyak yang pembeliannya dengan cara kredit."
"Peraturan ini masih dalam proses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan baru 1 Oktober 2016 berlaku. Namun Dinas Perhubungan sudah melakukan razia. Mobil milik pengemudi langsung dikandangkan meski peraturan itu belum ditetapkan," ujar Endang.
Para pengemudi menolak ketentuan bahwa mobil yang dipakai mengangkut penumpang mesti melakukan KIR (uji kelayakan mobil). Mereka juga menolak syarat balik nama STNK serta harus memiliki SIM A umum. "Saya di Uber kan enggak ada syarat punya SIM A umum, nah sekarang berubah. Mobil jadi bukan milik kami lagi," tutur Endang.
CCO menganggap razia kendaraan umum berbasis aplikasi tidak sepantasnya dilakukan, termasuk oleh petugas sekuriti di Bandara Soekarno-Hatta. "Intinya, kami minta peraturan menteri itu dihapus," ucap Endang. "Peraturan ini sangat mengganggu pengemudi taksi berbasis online."
Para pengemudi ini akan melanjutkan aksi dengan cara konvoi bila tuntutan mereka tidak dipenuhi. "Kalau sampai 25 Agustus belum ada tindakan, kami akan unjuk rasa dengan jumlah massa lebih besar," katanya. Endang memperkirakan ada 5.000 lebih pengemudi kendaraan umum berbasis aplikasi dari seluruh Jabodetabek.
IDKE DIBRAMANTY YOUSHA | JH