TEMPO.CO, Depok - Puluhan anak ditemani orang tuanya mendatangi Sekolah Menengah Atas Negeri 11 di Kemirimuka, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat. Mereka menuntut anaknya dapat belajar di sekolah tersebut.
"Saya telah membayar Rp 15 juta kepada calo," kata Polman Sirait, 35 tahun di halaman SMAN 11 pada Selasa, 30 Agustus 2016. Ida Bagus Danuarta mengaku membayar Rp 15,5 juta agar adiknya bisa jadi siswa di sekolah ini.
Ellyana, orang tua siswa lainnya, mengaku menyerahkan uang Rp 8 juta kepada calo penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2016/2017 yang mengaku sebagai wartawan.
Anaknya yang baru lulus dari SMPN 8 diberi angin segar masuk ke SMAN 4 Depok. "Tapi anak saya tidak masuk. Setelah proses belajar dimulai, nama anak saya tidak ada," kata Ellyana.
Setelah ditagih janjinya, menurut dia, sang calo kembali menjanjikan anaknya bakal masuk SMAN 11. Bahkan dengan meyakinkan calo tersebut memperlihatkan nama anaknya telah masuk sistem daftar pokok pendidikan sebagai siswa baru di SMAN 11.
Ellyana tambah kecewa saat anaknya pulang dari SMAN 11 dengan tangan hampa pada Senin sore, 29 Agustus 2016. Saat itu, sebanyak 83 dari 148 siswa dibawa para calo ke sekolah yang menumpang di SDN Kemiri 2 dan 3 pada Senin pukul 11.00.
Karena tidak ada kejelasan, kepolisian Beji memulangkan semua siswa pada pukul 15.30. "Saya minta duit saya Rp 8 juta dikembalikan," ujar Ellyana.
Polman Sirait, Ellyana dan ratusan orang tua siswa lain yang bernasib sama akan mengadu ke kepolisian, wali kota, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada Rabu, 31 Agustus 2016. "Kami meminta pertanggungjawaban pemerintah," ucap Polman. Ida Bagus Danuarta sudah menyiapkan bukti dan rekaman percakapan dengan wartawan yang menjadi calo tersebut.
Jika di SMAN 11 ada 148 siswa titipan calo, di SMAN 6 jumlahnya sebanyak 70 siswa. Tahun-tahun sebelumnya, praktek semacam ini juga terjadi yang melibatkan wartawan, lembaga swadaya masyarakat, DPRD dan dinas.
Kepala Hubungan Masyarakat SMAN 11 Yanizasari mengatakan pihak sekolah tidak menerima uang sepeser pun dari para calo. Bahkan para calo yang terorganisasi cukup rapi mengelabui orang tua siswa bahwa anaknya diterima di SMAN 11. "Sampai ada orang tua siswa yang dipastikan anaknya tinggal mengukur seragam. Padahal kami terima saja tidak," ujarnya.
Kepala SMAN 6 Depok Tugino mengatakan masih banyak pihak yang memaksakan agar siswa titipannya masuk ke sekolah yang dipimpinnya itu. Tapi dia membantah masih menerima mereka. Menurut dia, sejak pekan lalu SMAN 6 tidak menerima siswa titipan lagi. "Sampai saya ditawari uang untuk menerima, tapi saya tolak," katanya.
Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad berjanji melakukan investigasi terkait dengan praktek siswa titipan itu. "Akan saya periksa mereka," ucapnya. Meski kasusnya sudah merebak beberapa hari, Idris belum mendapat kepastian adanya siswa titipan. "Akan kami pelajari," tuturnya.
Mantan Ketua Panitia PPDB Kota Depok Tatik Wijayanti mengatakan para kepala sekolah yang menampung siswa titipan sedang diperiksa Kejaksaan Negeri Depok, DPRD Depok, serta Inspektorat dan Direktorat Kementerian Pendidikan. "Mereka yang akan mempertanggungjawabkan," ujarnya.
Anggota Persatuan Wartawan Indonesia Kota Depok, Imam Solehin, menyayangkan adanya wartawan yang memanfaatkan profesinya untuk melakukan praktek percaloan. "Sudah keluar dari kode etik jurnalistik, harus dipidanakan," katanya.
Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Bidang Pendidikan, Agama, dan Kebudayaan, Ahmad Suadi, mengatakan Wali Kota Idris Abdul Shomad harus bertanggung jawab atas temuan PPDB yang bermasalah. "Ini sudah bisa masuk pelanggaran hukum,” kata dia.
Untuk itu, kata dia, Wali Kota Depok harus menindak kepala sekolah dan pejabat di dinas pendidikan yang bertanggung jawab dalam praktek siswa titipan. "Depok harus berani membatalkan siswa titipan,” katanya
IMAM HAMDI