TEMPO.CO, Jakarta - Ahli forensik dan toksikologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr Budi Sampurna, membeberkan alasan pihaknya tidak menggelar otopsi pada mayat korban pembunuhan, Wayan Mirna Salihin. Menurut dia, keluarga Mirna tidak memperkenankan adanya otopsi atau pemeriksaan menyeluruh pada organ tubuh Mirna.
"Sebelum pemeriksaan, kami menunggu keluarganya datang, dan tidak disetujui untuk dilakukan otopsi," kata Budi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 31 Agustus 2016. Sehingga tim dokter forensik saat itu hanya memeriksa dan beberapa organ tubuh Mirna dan mengambil sampelnya.
Baca:
Ahli Forensik RSCM Memastikan Mirna Meninggal Karena Sianida
Tiga Hal yang Menghantui Hani Setelah Mencicipi Kopi Mirna
Sidang Jessica: Detik-detik Kematian Mirna Masih Misteri
Beberapa organ yang diperiksa di antaranya lambung, hati, liver, empedu, dan urine korban. Di dalam lambung Mirna ditemukan korosi atau luka akibat zat asam dari sianida. Dalam lambung juga ditemukan 0,2 miligram sianida yang masih tersisa.
Mirna tewas setelah minum es kopi Vietnam di kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta, pada 6 Januari 2016. Jessica yang memesan minuman itu, diduga menjadi pembunuh Mirna dengan cara mencampurkan racun sianida ke kopi untuk Mirna.
Kuasa Hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan membeberkan bahwa penyidik kepolisian telah mengirimkan surat ke dokter forensik agar mayat Mirna diotopsi menyeluruh. Dia pun ngotot untuk mempertanyakan alasan dokter tidak menggelar otopsi. "Apakah pemeriksaan melalui sampel saja cukup?"
Budi menjawab pemeriksaan melalui metode sampel tersebut dianggap cukup untuk menjelaskan penyebab kematian Mirna. Karena ia juga mencari rangkaian peristiwa terbunuhnya Mirna dari berbagai aspek. Mulai dari hasil rekaman circuit closed televison (CCTV) hingga es kopi Vietnam yang mengandung sianida.
Dokter juga menemukan adanya pembengkakan dalam bibir Mirna. Ini diakibatkan adanya luka karena sianida. Racun itu kemudian masuk ke dalam lambung korban, kemudian diserap oleh darah dan mengikat oksigen. Akibatnya pasokan oksigen yang diproduksi darah tidak terdistribusi ke seluruh organ tubuh.
Hal ini, menurut Budi, menyebabkan otak korban kekurangan oksigen dan menyebabkan kejang-kejang. Kekurangan oksigen juga membuat jantungnya berhenti sehingga berdampak pada kematian Mirna. Keterangan Budi ini hampir sama dengan pernyataan ahli beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum juga memanggil sejumlah saksi ahli untuk menerangkan fakta-fakta yang telah ditemukan. Hasilnya, sejauh ini keterangan para ahli menyudutkan terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Seperti sebelumnya, ahli psikiatri juga menyebutkan bahwa Jessica sempat depresi. Bahkan dari catatan dia, Jessica sempat tiga kali melakukan percobaan bunuh diri saat masih tinggal di Singapura. "Ia memiliki masalah dengan pacarnya dan memutuskan pindah ke Indonesia," kata Ahli Psikiatri, Natalia Widiasih.
AVIT HIDAYAT