TEMPO.CO, Jakarta - Bakal calon Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menjalin kontrak politik dengan warga Tanah Merah, Jakarta Utara. Penduduk Tanah Merah berjanji memilih Anies dalam pemilihan gubernur 2017 asal melegalkan tanah-tanah rumah mereka, yang berada di lahan sengketa milik PT Pertamina.
Poin lainnya, warga Tanah Merah meminta Anies mengubah peraturan daerah agar tak menjadikan perkampungan sebagai pusat niaga dan apartemen. “Itu kontrak politik yang diteken Ahad (2 Oktober 2016) lalu,” kata Syarif, Sekretaris Tim Pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Senin, 3 Oktober 2016.
Selain itu, Anies diminta tak serta-merta menggusur permukiman kumuh, melainkan mengedepankan penataan layaknya kampung tematik atau kampung deret.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan DKI tak bisa mencampuri urusan tanah sengketa di Tanah Merah. "Kalau memang bisa dilegalkan, tanya ke Pak Anies bagaimana caranya," ujar calon wakil gubernur yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ini.
Baca: Nikahan Asty Ananta Ditentang, Beda Agama atau Membangkang?
Menurut Syarif, peran Anies jika menjadi gubernur adalah menengahi konflik antara pemilik lahan dan penduduk. Atau, pemerintah membeli lahan tersebut lalu membangun rumah susun sederhana milik jika sertifikasi sulit tercapai. “Harus dilihat dari sisi kemanusiaan, jangan asal gusur karena mereka sudah 20 tahun tinggal di sana,” tuturnya.
Syarif berterus terang bahwa pembuatan kontrak politik itu bertujuan meraup suara. Tanah Merah terbagi dalam enam rukun warga, dua kecamatan, dan tiga kelurahan dengan 420 ribu pemilik suara. “Sangat potensial," ucapnya.
Seorang warga Tanah Merah, Juharto Harianja, membenarkan adanya kontrak politik itu. Penduduk, kata dia, bersedia pindah ke rumah susun asal gratis. "Kalau mesti bayar cicilan, kami menolak," katanya.
Simak: Anies Janjikan Kampung Deret, Ahok: Kasihan kalau Cuma Omong
Tak hanya dengan penduduk Tanah Merah, kata Syarif, Anies-Sandiaga juga telah menjalin kontrak politik dengan forum RT/RW. Anies akan melibatkan RT/RW dalam pembuatan atau perpanjangan masa berlaku kartu tanda penduduk. "Sekarang kan langsung ke PTSP tanpa surat pengantar RT/RW, padahal yang tahu keadaan penduduk itu RT dan RW setempat,” kata Syarif.
Syarif mengklaim telah mendapat dukungan dari forum RT/RW yang tersebar di 138 kelurahan saat ini. Syarif menargetkan 3 juta dukungan dari forum tersebut. "Total ada 267 kelurahan. Yang baru terbentuk 138 kelurahan. Sisanya bakal digarap lagi," ujarnya.
Anggota Divisi Hukum Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, Dahlia Umar, mengatakan kontrak politik menjadi tanggung jawab setiap bakal calon. KPU, kata dia, tak mengatur ihwal kontrak politik antara bakal calon dan masyarakat. "Kami tak bisa melarang. Tapi, kontrak politik itu sesuatu yang serius, tidak main-main. Kalau calon mengambil, itu artinya sudah tahu risikonya," kata Dahlia.
Baca juga: Ahok Kalah, MA Kabulkan Kasasi Pedagang Thamrin City
Yang jelas, Dahlia menerangkan, yang tidak boleh dilakukan pasangan calon dalam kampanye adalah menebarkan isu suku, agama, ras, dan antargolongan, serta melakukan politik uang. "Kalau itu terbukti, bisa dipidana dan pencalonannya bisa dicabut," ujar Dahlia.
DEVY ERNIS