TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir meragukan proses pengambilan keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan bahwa Jessica Kumala Wonggo bersalah. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menvonis Jessica dengan hukuman 20 tahun penjara.
“Harusnya keyakinan hakim (sebelum memutuskan) dibentuk proses pembuktian yang membutuhkan dua alat bukti primer. Di sini hakim membangun keyakinan yang mengambang,” ujar Mudzakir saat dihubungi Tempo, Kamis, 27 Oktober 2016.
Menurut Mudzakir, harus ada kualifikasi yang jelas untuk bukti yang dijadikan pertimbangan oleh hakim. Keyakinan hakim, dalam hukum acara pidana, harusnya dibentuk dari pembuktian atas dua alat bukti primer. “Maksudnya hanya yang memiliki kekuatan pembuktian primer, bukan yang sekunder dan hanya bersifat ‘kelihatannya’ saja.”
Baca Juga: Hakim: Tangisan Jessica Tidak Murni, Tidak Tulus dari Hati
Dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin, hakim menyatakan Jessica terbukti melakukan tahapan hukuman berencana sesuai pasal 340 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Mudzakir menyebut alat bukti hakim tak primer, salah satunya adalah fakta bahwa Jessica paling lama duduk di depan kopi, atau disebut paling memiliki kesempatan memasukkan racun.
Baca Juga:
“Tanpa alat bukti primer, bagaimana hakim yakin? Tak ada penjelasan bagaimana racun masuk,” tuturnya.
Mudzakir menilai pembuktian perkara cacat prosesur. “Prosesnya terbalik, harusnya diperkuat dulu bukti Mirna meninggal karena apa, karena belum ada bukti ilmiah. Ini sudah melulu soal siapa dan siapa terkait racun.”
Baca: Vonis Jessica, Ayah Mirna: Tak Penting 100 Tahun atau Mati
Dalam otopsi pertama Mirna yang tewas pada Januari 2016 itu, ujar Mudzakir, tak ditemukan adanya racun. Fakta itu menurutnya harus diperdalam, namun semakin lama semakin tak disinggung hakim. “Ini pembuktiannya banyak dibangun dari asumsi, tak sesuai standar, dan bisa jadi terpengaruh opini publik,” kata dia.
Hakim PN Jakarta Pusat Kisworo, hari ini membacakan fakta persidangan. Hakim menyebutkan bahwa Jessica paling memiliki kesempatan untuk memasukkan sianida ke dalam es kopi Vietnam. Selama sekitar 55 menit, es kopi tersebut berada dalam penguasaan Jessica yang lebih dulu datang ke Kafe Olivier di Mal Grand Indonesia, dan memesankan minuman. Hal tersebut bisa terbukti dalam rekaman CCTV dan keterangan saksi para pegawai kafe tersebut.
Simak: Pelaksana Tugas Gubernur DKI: Yang Baik dari Ahok Ditiru, Kecuali...
Hakim Kisworo juga mengatakan perbuatan Jessica tersebut memenuhi unsur kesengajaan. "Terdakwa sengaja terus menghubungi korban untuk mengajak bertemu.”
YOHANES PASKALIS