TEMPO.CO, Depok - Pemerintah Kota Depok mengubah nama branding Kota Belimbing yang melekat selama ini, menjadi Depok A Friendly City atau Kota Bersahabat. Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad mengatakan Depok merupakan kota hunian.
Setiap tahun, penduduknya bertambah cukup banyak. Sehingga, menurut Idris, perlu menciptakan kota yang bersahabat dan ramah bagi penghuninya.
"Penambahan penduduk dan hunian yang meningkat harus menjadikan Depok sebagai kota yang bersahabat dan ramah kepada warganya," kata Idris dalam sosialisasi city branding Kota Depok di Hotel Bumi Wiyata, Rabu, 16 November 2016.
Meski begitu, ikon belimbing di Depok akan tetap dipertahankan. Bukan hanya branding produk belimbing yang tetap dipertahankan, melainkan ikon ikan hias dan dodol Depok akan tetap dipertahankan.
"Branding produk Depok tersebut akan diwadahi menjadi branding kota. Sebab, nama belimbing juga sudah melekat dengan Depok," ucapnya.
Ia menuturkan pemerintah akan mencoba menjadikan Depok sebagai kota yang bersahabat dan ramah dengan berkoordinasi dengan semua pihak. Warga Depok juga mempunyai peran dalam menciptakan kota yang bersahabat dan ramah untuk semua penghuninya.
"Sebagian besar sulit menciptakan Friendly City. Karena itu, perlu berkolaborasi dengan semua pihak," ujarnya.
Konsultan City Branding Kota Depok, Rahmat Yananda, mengatakan branding Depok sebagai Kota Belimbing tidak tepat. Sebab, Depok tidak menghasilkan belimbing secara total. "Depok kota yang memproduksi manusia," katanya.
Pertambahan penduduk Depok dipastikan sejalan dengan tuntutan permintaan hunian. Penduduk yang terus meningkat, menuntut Depok mesti bisa bertransformasi menjadi kota yang bersahabat bagi penghuninya.
Jumlah penduduk di Depok sudah mencapai 2,19 juta jiwa. Kalau tidak mempunyai konsep pembangunan yang baik, Depok akan disesaki warga. "Jumlah angkatan muda di Depok cukup tinggi. Ini sejalan dengan inovasi pemudanya yang menjadi andalan kota ini," ujarnya.
Sejarawan J.J. Rizal mengatakan ikon belimbing Depok sudah semestinya diganti dengan simbol lain. Sebab, menurut dia, ikon belimbing seharusnya mengandung inspirasi dan motivasi serta mencerminkan nilai plus dan karakter utama yang kompetitif.
"Namun ikon Depok, ketika jatuh pilihan pada belimbing, saya rasa tidak memenuhi tujuan dan arti ikon tersebut, malah bertolak belakang," ujar Rizal.
Selain karena jumlah petani belimbing di Depok menyusut, menurut dia, pembangunan infrastruktur tidak berpihak pada tata ruang hijau. Lebih jauh, dia berpendapat, dari segi taksonomi, belimbing adalah tumbuhan yang ringkih, tidak menunjukkan daya tahan yang kuat. "Belimbing tumbuhan yang manja," ucapnya.
Rizal menambahkan, Depok perlu ikon yang lebih bermakna sebagaimana ikon kota-kota lain yang berkarakter kuat. "Sayang, hanya gambaran ngawur belaka yang pada akhirnya malah membuat warganya cemar," tuturnya.
Menurut dia, pemilihan ikon belimbing Depok lebih banyak pertimbangan politis ketimbang makna filosofis, seperti belimbing itu, misalnya. "Kan, karena segi limanya identik dengan ideologis partai wali kotanya yang berbasis Islam," ucapnya.
IMAM HAMDI