TEMPO.CO, Jakarta - Anggota tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Humprey R Djemat, mengatakan dugaan penistaan agama yang dialamatkan kepada kliennya sangat konyol, penunh dengan rekayasa dan setingan. "Pak Ahok itu ibarat jagoan. Dia digebuk di awal, lalu menang di akhir," kata Humprey di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Januari 2017.
Menurut Humprey, ada rekayasa dalam kasus Ahok atas pidatonya di Kepulauan Seribu.
"Ini setingan, bahkan sampai sikap dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) itu setingan. Demonstrasi 411 (4 November 2016) atau 212 (2 Desember 2016) itu pun setingan," ujar Humprey.
Baca juga: Hakim Tak Izinkan Ahok Tanggapi Pandangan Jaksa
Humprey menuturkan, dugaan rekayasa kasus yang menjerat Ahok terlihat kental di beberapa hal. Salah satunya adalah waktu pengajuan pelaporan dari masing-masing saksi yang hampir berbarengan. Hanya beberapa saja yang tidak bersamaan. Sisanya, Humprey mengatakan, tampak jelas saksi pelapor menyusun skenario dan memutuskan untuk melapor secara bersamaan.
"Para saksi mengaku tidak saling kenal, walaupun ada yang bilang mereka pernah ketemu. Mereka bilang tidak kenal, tapi waktu mereka melapor datang bersamaan, sekitar 6-7 Oktober 2016. Seminggu setelah pidato Ahok," ujar Humprey.
Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan mengatakan, pernyataan tersebut tak beralasan. “Berkali-kali kami sampaikan tak ada urusan politik atau lainnya terkait sikap MUI,” kata Amirsyah saat diklarifikasi pada Kamis, 12 Januari 2016.
Simak: Jaksa Enggan Komentari Pandangan Ahok Soal Al-Maidah Ayat 51
Menurut Amirsyah, sikap yang disampaikan MUI soal penistaan agama Ahok adalah murni kepentingan umat. “Yang kami lakukan juga untuk penguatan keyakinan kepada umat agar tak ada yang meragukan Al Quran,” kata Amirsyah.
MUI, kata Amirsyah, sekaligus meminta agar masyarakat menghargai proses hukum yang sedang berjalan kepada pengadilan. “Karena Indonesia adalah negara hukum, biarkan hukum berjalan,” ujarnya.
Dalam sikapnya, MUI menyatakan jika pidato Ahok terkait surat Al Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu pada September 2016 lalu mengandung penistaan agama. Berdasarkan kajian MUI juga, kalimat Ahok menghina ulama yang menyiarkan kandungan surat Al Maidah.
NINIS CHAIRUNNISA | LARISSA HUDA