TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan melaporkan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Pusat Ma'ruf Amin ke kepolisian. Ahok menilai Ma'ruf telah memberikan kesaksian palsu dalam persidangannya.
"Saudara Saksi, saya terima kasih (Anda) ngotot depan hakim tidak berbohong, tapi meralat. Banyak pernyataan (Anda mengaku) tidak berbohong. Saya akan proses secara hukum Saudara Saksi untuk membuktikan kami punya data yang sangat lengkap," kata Ahok saat menyampaikan keberatan di muka persidangan, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa, 31 Januari 2017.
Baca : Sidang Ahok, Ini Kesaksian Ketua MUI
Ahok menilai banyak kejanggalan dari kesaksian Ma'ruf yang memberatkannya. Salah satunya adalah indikasi kecenderungan politik atau afiliasi Ma'ruf dengan salah satu lawan politik Ahok di pemilihan kepala daerah DKI 2017. Karenanya, Ahok meragukan obyektivitas mantan anggota Dewan Pertimbangkan Presiden di era Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono itu sebagai saksi.
Dalam persidangan, tim kuasa hukum Ahok banyak mencecar sejumlah pertanyaan terkait hubungan Ma'ruf dengan SBY. Awalnya, Humphrey Djemat, kuasa hukum Ahok, menanyakan soal pertemuan Ma'ruf dengan pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni di kantor PBNU, pada 7 Oktober 2016. "Banyak pemberitaan yang menampilkan adanya dukungan Ma'ruf kepada pasangan nomor satu itu." kata dia.
Ma'ruf tak menyangkal adanya pertemuan itu. Namun dia membantah bila disebut memberi dukungan. Ma'ruf yang menjabat sebagai Rais Aam PBNU, menyatakan bahwa NU tidak mendukung salah satu calon. Menurut dia, ada pernyataan dirinya yang dianggap mendukung Agus-Sylvi, padahal tidak.
"'Warga NU tentu akan memilih calon yang paling banyak samanya dengan NU. Mudah-mudahan paslon nomor 1 yang banyak samanya'. Ucapan di kalangan NU itu sebagai menggembirakan. Bukan mendukung," ujar Ma'ruf.
Kemudian, Humphrey kembali mengungkapkan adanya percakapan Ma'ruf dengan SBY melalui telepon, tepat sehari sebelum pertemuan itu. Humphrey meminta penjelasan pada Ma'ruf soal adanya permintaan SBY agar menerima kunjungan anaknya, Agus, di kantor PBNU dan meminta agar dibuatkan fatwa mengenai penistaan agama. Namun, Ma'ruf membantah adanya percakapan itu.
Ahok dan kuasa hukumnya menduga bahwa pendapat dan sikap keagamaan yang dikeluarkan MUI pada 11 Oktober 2016 itu dibuat tergesa-gesa lantaran adanya permintaan dari SBY. Ma'ruf sendiri membantah. Ia menyatakan banyak desakan dari masyarakat untuk mengeluarkan keputusan atas kasus yang telah menimbulkan kegaduhan itu. "Karena itu desakan banyak pihak dan MUI harus merespon, tidak boleh tunda," kata Ma'ruf.
Selain itu, menurut tim kuasa hukum Ahok, Ma'ruf mencoba menutupi hubungannya dengan Ketua Umum Partai Demokrat itu. Sebabnya, Ma'ruf tidak mencantumkan jabatannya yang pernah menjadi Wantimpres dua periode era SBY, dalam riwayat pekerjaan di berita acara pemeriksaan. "Sebagaimana dalam riwayat pekerjaannya, tidak disebut Wantimpres, padahal kan ini penting," kata Humphrey.
FRISKI RIANA