TEMPO.CO, Depok - Dinas Kesehatan Kota Depok, Jawa Barat, mencatat 3.942 balita kurang gizi sepanjang 2016. Angka itu mewakili 2,9 persen dari jumlah total balita yang mencapai 133.446 jiwa.
Dari jumlah itu, 87 balita di Kota Depok menderita gizi buruk. "Jumlah tersebut meningkat sekitar 11 persen dari jumlah total penderita dua tahun lalu, yaitu 77 orang," kata Kepala Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Depok Eti Rohati, Rabu, 1 Februari 2017.
Baca juga:
8 Ribu Balita di Depok Menderita Stunting
2.712 Rumah di Depok Tidak Layak Huni
Kota Depok Endapkan Anggaran Rp 1,3 Triliun di Bank
Masih banyaknya balita yang kekurangan gizi merupakan suatu ironi. Maklum, Kota Depok yang bertetangga dengan Jakarta memiliki APBD Rp 2,3 triliun pada 2016 dan naik menjadi Rp 2,7 triliun pada 2017.
Selain itu, Rp 1,3 triliun anggaran Pemerintah Kota Depok tersimpan di bank atau diendapkan. Jumlah itu dipaparkan Presiden Joko Widodo pada Agustus 2016.
Menurut Jokowi, sejumlah daerah hanya menyimpan sebagian besar uangnya di bank dan bukan menggunakannya. Jokowi memerintahkan pemakaian uang itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna menjelaskan, dana yang diendapkan di bank berasal dari bantuan pemerintah pusat. Dia tidak bisa merinci proyeksi penggunaan dari dana itu. "Untuk apa saja, saya belum tahu," ujarnya.
Eti menjelaskan, pemerintah sudah mengintervensi untuk memperbaiki status gizi para penderita. Menurutnya, para penderita gizi buruk umumnya mengalami gangguan selama proses kehamilan.
Sebanyak 60 persen penderita dipicu penyakit bawaan sejak lahir. Faktor lain di antaranya problem ekonomi keluarga atau ketidakmampuan orang tua memenuhi asupan gizi anak-anak mereka.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Kota Depok menyiapkan pusat pemulihan gizi di puskesmas di Kecamatan Sukmajaya, Pancoranmas, Tapos, Cimanggis, dan Bojongsari.
Menurut Eti, pusat rehabilitasi berfungsi memperbaiki asupan gizi balita dengan memberi makanan tambahan. Para orang tua juga diberi pembekalan pengetahuan serta konsultasi mengenai cara pemberian makan yang tepat bagi balita penderita gizi buruk.
“Para orang tua harus mewaspadai jika kondisi berat badan anak mereka tidak proporsional dengan tinggi badan,” kata dia.
Prevalensi jumlah penderita gizi buruk di Kota Depok, kata Eti, mencapai 0,07 persen atau di bawah standar prevalensi nasional yang ditetapkan di angka 0,5 dari jumlah balita.
Meski begitu, para penderita gizi buruk perlu mendapatkan penanganan segera. “Meski jumlahnya masih puluhan, balita penderita gizi buruk tetap menjadi masalah,” ujar dia.
Gizi buruk dikhawatirkan berakibat pada kondisi busung lapar. Dalam kondisi tersebut, kata Eti, pertumbuhan organ balita rentan mengalami gangguan. “Kalau busung lapar, artinya balita tersebut sudah kekurangan kalori dan protein yang bisa menyebabkan organ tubuhnya rusak,” kata Eti. “Di Depok belum ada yang berujung busung lapar.”
Simak juga:
Setahun Terakhir, Penduduk Depok Bertambah 47 Ribu
Depok Ubah Nama Kota Belimbing Menjadi Friendly City
Kepala Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Cimanggis Leli Nulaeli mengatakan para balita penderita gizi buruk mendapatkan perawatan khusus dari tim medis. Upaya penanganan itu adakalanya dilakukan tim medis dengan berkunjung ke rumah balita pasca-perawatan. “Balita gizi buruk akan dirawat di Panti Pemulihan Gizi dan menjalani rawat jalan,” kata Leli.
Biasanya, kata Leli, proses pemulihan penderita gizi buruk membutuhkan waktu sekitar 14 kali kunjungan atau sekitar tiga bulan. Balita penderita gizi buruk bakal diberikan makanan dan susu formula khusus sampai berat badannya normal. Kondisi para penderita akan dipantau setiap bulan dengan mengukur indikator perubahan berat badan.
Jadwal rawat jalan bagi para penderita ditetapkan setiap Selasa. Di luar itu, kata Leli, manajemen puskesmas menetapkan bulan penimbangan balita setahun dua kali. “Kalau tidak dari penimbangan yang rutin, biasanya kami mengetahui dari orang tua bayi yang datang ke puskesmas,” ujar dia.
IMAM HAMDI | UWD