TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bersama pengemudi ojek aplikasi online Go-Jek melaporkan perusahaan Go-Jek ke Kepolisian Daerah Metro Jaya atas tuduhan penggelapan uang saldo milik pengemudi yang ditahan perusahaan. "Saldo ribuan pengemudi Go-Jek ditahan perusahaan tanpa alasan," tutur pengacara publik LBH Jakarta, Oky Wiratama, kepada wartawan di Markas Polda Metro Jaya pada Jumat, 17 Februari 2017.
Baca Juga:
Ini Jawaban Go-Jek: Kami Suspend karena Melakukan Kecurangan
Protes Tarif, Pengemudi Go-Jek Makassar Unjuk Rasa
Oky menjelaskan, perusahaan Go-Jek diduga menggelapkan uang milik pengemudinya sejak November 2016. Nominal uang yang diduga digelapkan mulai Rp 500 ribu hingga Rp 4 juta. Uang itu adalah pendapatan pengemudi yang disimpan oleh perusahaan.
Menurut Oky, pihaknya sempat mengajak perusahaan agar melakukan mediasi dengan para pengemudi yang dirugikan, tapi tak digubris. Perusahaan berdalih pengemudi tak memiliki etika baik. Perusahaan juga tak menjelaskan secara rinci alasan mengunci saldo milik pengemudinya.
Selain itu, perusahaan mengambil ponsel milik pengemudi dengan alasan aset perusahaan. Padahal selama ini, pengemudi Go-Jek membayar pembelian ponsel dengan cara mencicil. Pengemudi mengangsur dengan cara potong gaji atau potong saldo.
Asosiasi pemerhati moda transportasi aplikasi, Ketua Umum G99 Indonesia, Toisutta, menambahkan, jumlah pengemudi Go-Jek yang dirugikan mencapai 20-50 ribu orang. Uang mereka tak dibayar perusahaan dengan berbagai macam alasan. Salah satu di antaranya perusahaan menuding pengemudi Go-Jek mengganggu pengguna aplikasi.
Baca juga: Begini Cara Go-Jek Memanfaatkan Peluang
Masalah ini tidak hanya terjadi di Go-Jek, tapi juga terjadi di perusahaan lain, seperti Uber, Grab, dan lainnya," kata dia. Ia meminta agar pemerintah merespons masalah ini. Toisutta tak ingin masalah ini berlarut-larut. Karena itu, ia menggandeng LBH Jakarta untuk melapor ke polisi.
AVIT HIDAYAT